Muhammad Abdurrasyid Ridlo

Identitas Buku:

Judul: Sahabat Nabi: Siapa, ke Mana dan Bagaimana?

Judul Asli: The Companions of The Prophet: a Study of Geographica Distribution and Political Alignments

Penulis: Fu’ad Jabali

Penerbit: Mizan

Kota Terbit: Jakarta

Tahun Terbit: 2010

Halaman: 676

Selayang Pandangan Fu’ad Jabali Tentang Kredibilitas Sahabat Nabi

Para cendekiawan dalam kajian Islam sering kali menganggap kredibilitas sahabat Nabi sebagai sesuatu yang sudah final dan tak perlu dipertanyakan. Namun, berbeda dengan kebanyakan, Fuad Jabali memilih jalur kritis dan mendalam dalam penelitiannya tentang sahabat Nabi. Jabali melacak sejarah para sahabat dengan menyeluruh, mengumpulkan data dari buku-buku biografi (tarajim) yang ditulis antara abad ke-8 M hingga abad ke-14 M. Selama dua tahun, ia menelaah sekitar 14.000 literatur yang berkaitan dengan sahabat. Hasil usahanya ini mendapatkan apresiasi luas dalam dunia akademis, terutama karena kontribusinya yang berhasil mengungkap penyebaran hadis ke berbagai negara seperti Mesir, Irak, dan Suriah, serta menemukan data penting lainnya yang sebelumnya tersebar dan terabaikan.

Mengembangkan konsep sahabat dalam konteks modern bukanlah hal yang tabu, mengingat definisi sahabat sendiri baru muncul pada abad ke-3 Hijriyah. Kebanyakan penulis mungkin sudah menganggap topik ini usang, namun Fuad Jabali justru memberanikan diri untuk mengulasnya secara mendalam. Penelitiannya fokus pada tiga aspek utama: pola hunian sahabat, sikap mereka dalam peristiwa fitnah (pembunuhan Utsman hingga Perang Siffin), dan hubungan antara aliansi politis dengan aliansi geografis. Melalui penelitian ini, Jabali mencoba memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang peran dan pengaruh sahabat dalam sejarah Islam.

Dalam karyanya yang diterbitkan oleh Mizan, Fuad Jabali menggunakan tiga pertanyaan utama sebagai kerangka analisis: “siapa?”, “ke mana?”, dan “bagaimana?”. Pertanyaan “siapa?” mengupas konsep dan definisi sahabat, serta siapa saja yang layak menyandang gelar tersebut. Pertanyaan “ke mana?” menelusuri penyebaran geografis sahabat dan pengaruh mereka di berbagai wilayah. Sedangkan pertanyaan “bagaimana?” meneliti sikap dan tindakan sahabat dalam konteks politik masa itu, terutama dalam peristiwa besar seperti pembunuhan Utsman, Perang Jamal, dan Perang Siffin.

Terkait pertanyaan pertama, definisi sahabat telah menjadi perdebatan antara Mu’tazilah dan ahli hadis. Abu Zur’ah ar-Razi berpendapat bahwa mengkritik sahabat adalah tindakan zindiq, sementara Mu’tazilah tidak melihat masalah dalam hal ini. Misalnya, Anas bin Malik mengklaim dirinya sebagai sahabat terakhir yang “dekat” dengan Nabi, sedangkan Abu at-Tufail mengklaim sebagai sahabat terakhir yang “melihat” Nabi. Ahli hadis cenderung memilih definisi yang lebih luas, sementara Mu’tazilah seperti Abu al-Husain membatasi sahabat hanya pada mereka yang menyertai Nabi dalam waktu lama dan mengambil hadis darinya. Variasi definisi ini menunjukkan bahwa mendefinisikan sahabat adalah tugas yang kompleks namun penting, karena berkaitan dengan konsep keadilan (‘adalah as-Sahabah). Fuad Jabali dalam karyanya tidak secara eksplisit memilih definisi tertentu, tetapi mengarahkan pembaca untuk memahami bahwa tidak semua orang sezaman dengan Nabi adalah sahabat dan tidak semua sahabat adalah orang yang adil.

Menjawab pertanyaan kedua, Fuad Jabali mengikuti jejak Ibn Sa’ad dalam membagi sahabat berdasarkan wilayah geografis. Ia menyusun daftar tempat hunian para sahabat, mengkaji wilayah-wilayah seperti Bashrah, Suriah, Kufah, dan Mesir. Pendekatan ini membantu memahami bagaimana penyebaran sahabat mempengaruhi penyebaran Islam dan hadis ke berbagai daerah, serta bagaimana mereka berkontribusi dalam perkembangan komunitas Muslim di tempat-tempat tersebut.

Terakhir, terkait pertanyaan ketiga tentang bagaimana sikap sahabat, salah satu aspek paling kontroversial dalam penelitian Fuad Jabali adalah pandangannya tentang Perang Siffin. Menurutnya, perang ini merupakan konflik kepentingan antara kubu Ali, yang ia sebut sebagai kelas elit, dan kubu Mu’awiyah sebagai kelas tertindas. Pandangan ini dikritik oleh Jalaluddin Rakhmat yang menuduhnya memutarbalikkan fakta. Namun, Fuad Jabali sebenarnya tidak bermaksud membela Mu’awiyah. Berdasarkan datanya, kubu Ali tetaplah yang mendekati kebenaran, didukung oleh orang-orang yang masuk Islam sejak awal dan berjuang bersama Nabi. Selain itu, ia mencatat adanya penyesalan dari sahabat yang mendukung Mu’awiyah atau yang bersikap netral karena tidak membela Ali. Karya ini, secara keseluruhan, menawarkan perspektif baru dalam memahami sahabat Nabi (siapa, ke mana dan bagaimana) dapat menjadi salahsatu referensi penting bagi peneliti studi hadis kontemporer.

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *