Ulumulhadis.id – Pertanyaan ini muncul secara alami dalam benak saya sejak kecil, tepatnya saat masih duduk di bangku sekolah dasar. Ketika itu, saya melihat berbagai video yang tersebar di handphone dan kaset CD yang memperlihatkan gambaran kawah api yang dalam, siksa kubur di dalam liang lahat, serta visualisasi mengerikan lainnya. Melihat hal itu, imajinasi saya langsung menggambarkan bahwa neraka terletak di perut bumi. Bahkan, saya sempat berpikir bahwa jika meninggal nanti, jasad saya lebih baik tidak dikubur atau, lebih ekstrim lagi, meninggal sebagai astronot di angkasa agar terhindar dari siksa kubur.
Di sisi lain, saya juga memiliki anggapan liar bahwa neraka mungkin berada di langit, tepatnya di Matahari. Saya membayangkan bahwa ruh orang-orang berdosa akan terbang ke sana untuk disiksa. Namun, setelah mencapai usia baligh, saya mendengar riwayat yang menyatakan bahwa di Padang Mahsyar nanti, matahari akan berada sangat dekat di atas ubun-ubun manusia. Hal ini membuat saya bingung: jika neraka berada di Matahari, bagaimana dengan kondisi tersebut?
Saya yakin pertanyaan ini tidak hanya muncul dalam benak saya sendiri, tetapi juga dalam pikiran banyak orang. Oleh karena itu, mari kita coba menelaah dalil-dalil dari Al-Qur’an dan hadis serta penjelasan para ulama mengenai hal ini.
Neraka Sudah Diciptakan dan Tidak Akan Sirna
Di antara akidah Ahlussunnah wal Jama’ah adalah keyakinan bahwa surga dan neraka telah diciptakan sejak dahulu dan tidak akan pernah sirna. Imam Ath-Thahawi rahimahullah dalam kitabnya al-Aqidah as-Salafiyyah atau yang lebih dikenal sebagai Aqidah Thahawiyyah menjelaskan:
“Surga dan neraka telah tercipta. Tidak akan pernah sirna. Karena Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan manusia. Allah telah menetapkan penghuni untuk keduanya. Siapa pun yang menginginkan surga, maka baginya surga, sebagai karunia Allah untuknya. Dan siapa pun yang menginginkan neraka, maka nerakalah untuknya, sebagai bentuk keadilan-Nya. Takdir amal manusia sesuai dengan kemudahan yang ia dapat dalam meniti dua jalan tersebut. Mereka berjalan sesuai ketetapan yang telah Allah takdirkan untuknya. Kebaikan dan keburukan telah ditetapkan atas hamba.” (Syarah ath-Thahawiyah, 440).
Allah Ta’ala berfirman mengenai neraka:
وَٱتَّقُوا۟ ٱلنَّارَ ٱلَّتِىٓ أُعِدَّتْ لِلْكَٰفِرِينَ
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.” (QS. Ali Imran: 131)
Imam Al-Qurtubi rahimahullah menafsirkan ayat ini sebagai dalil bahwa neraka telah tercipta, seraya membantah pendapat kaum Jahmiyah yang menyatakan bahwa neraka belum ada. Menurutnya, sesuatu yang belum ada tidak mungkin dijadikan janji. (Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 5/312).
Di Mana Lokasi Neraka?
Dalam kajian Islam, terdapat berbagai pendapat mengenai lokasi neraka. Sebagian ulama berpendapat bahwa neraka berada di bumi ketujuh. Pendapat ini dikemukakan oleh As-Safarini yang menyatakan:
“النَّارُ في الأرضِ السَّابعةِ على الصَّحيحِ المُعتَمَدِ”
“Neraka berada di bumi ketujuh menurut pendapat yang benar dan dipegang kuat.” (Lawāmi‘ al-Anwār al-Bahiyyah, 2/239).
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwa posisi surga dan neraka berlawanan. Surga berada di tempat tertinggi, yakni di ‘Illiyyīn, sebagaimana firman Allah:
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْأَبْرَارِ لَفِي عِلِّيِّينَ
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) di ‘Illiyyīn.” (QS. Al-Muṭaffifīn: 18)
Sebaliknya, neraka berada di tempat paling bawah, yaitu Asfal Sāfilīn, sebagaimana disebut dalam firman Allah:
ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (QS. At-Tīn: 5)
كَلَّا إِنَّ كِتَابَ الْفُجَّارِ لَفِي سِجِّينٍ
“Sekali-kali tidak! Sesungguhnya kitab orang-orang durhaka itu (tersimpan) di Sijjīn.” (QS. Al-Muṭaffifīn: 7)
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al-Barā’ bin ‘Āzib, Allah berfirman:
“فيَقُولُ اللهُ تعالى: اكتُبُوا كِتابَ عَبدي في سِجِّينٍ في الأرضِ السُّفلى”
“Tulislah kitab hamba-Ku di Sijjīn, di bumi yang paling bawah.” (Syarh Lum‘at al-I‘tiqād, hlm. 132)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menegaskan bahwa neraka berada di bumi, meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai lokasinya. Ada yang berpendapat bahwa neraka adalah lautan, sementara yang lain berpendapat bahwa neraka berada di dalam bumi.
Namun, ada pula ulama yang memilih untuk bersikap tawaqquf (tidak berkomentar mengenai kepastian lokasi neraka). Imam As-Suyuthi, misalnya, menyatakan:
“نَقِف عَنِ النَّارِ، أي: نَقُولُ فيها بالوقفِ، أي: مَحَلُّها حيثُ لا يَعلَمُه إلَّا اللهُ”
“Kita berhenti pada perkara neraka, yaitu dengan mengatakan bahwa tempatnya hanya diketahui oleh Allah, karena tidak ada hadis sahih yang bisa dijadikan sandaran dalam hal ini.” (Itmām al-Dirāyah li-Qirā’at al-Nuqāyah, hlm. 15).
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Waliyyullah Ad-Dihlawi:
“Tidak ada teks eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis yang secara jelas menentukan lokasi surga dan neraka. Oleh karena itu, tempatnya berada di mana pun Allah kehendaki.” (Al-‘Aqīdah al-Ḥasanah, hlm. 15).
Akhir Kalam
Dari berbagai pendapat ini, sebagian ulama berkeyakinan bahwa neraka berada di bumi bagian paling bawah (Sijjīn), sementara sebagian lainnya memilih untuk tidak memastikan lokasinya. Mengingat tidak adanya dalil yang jelas dan eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis sahih tentang lokasi neraka, sikap tawaqquf tampaknya lebih selamat. Yang terpenting bagi seorang Muslim adalah meyakini keberadaan neraka sebagai bagian dari rukun iman, tanpa perlu mengetahui secara pasti letaknya, karena pengetahuan tentang alam akhirat sepenuhnya berada dalam kehendak Allah.
Wallahu A‘lam.