Ulumulhadis.id – Hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam yang menjadi pedoman setelah Al-Qur’an. Namun, dalam perjalanan sejarahnya, tidak semua hadis yang tersebar di kalangan umat Islam adalah hadis yang benar-benar berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Salah satu bentuk hadis yang sangat berbahaya adalah hadis maudhu’ atau hadis palsu. Hadis ini dibuat dan disebarkan dengan berbagai motif sehingga dapat menyesatkan umat Islam jika tidak dikenali dengan baik. Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk memahami hadis maudhu’ agar dapat memilah dan memilih hadis yang sahih sebagai pedoman dalam beragama.
Definisi Hadis Maudhu’
Secara bahasa merupakan ism al-maf’ul dari kata: وضع – يضع – وضع – موضوع , yang di antara maknanya adalah: dipalsukan atau dibuat-buat. Secara istilah, diartikan sebagai: “hadis buatan dan palsu yang dinisbatkan seolah-olah berasal dari Nabi.”
Dari sisi realita bahwa hadis tersebut buatan seseorang, maka sebenarnya jenis hadis ini tidak bisa dikategorikan sebagai hadis lemah, bahkan tidak bisa dikategorikan sebagai hadis. Karena hadis lemah walaupun tidak memenuhi salah satu syarat sahih, tetapi sebenarnya masih memungkinkan bahwa hadis tersebut bersumber dari Nabi, akan tetapi salah satu periwayatnya melakukan kesalahan dalam meriwayatkan. Sedangkan hadis palsu merupakan buatan seseorang dan kemudian dinisbatkan kepada nabi. Oleh karena itu, sebagian penulis memasukkan hadis palsu dalam jenis tersendiri, bukan termasuk hadis daif.
Dimasukkannya hadis palsu ke dalam jenis hadis daif sebenarnya disebabkan tidak terpenuhinya salah satu syarat hadis sahih, yaitu dari sisi ke-‘adil-an periwayat. Karena jika seseorang berani memalsukan hadis, berarti dia seorang yang fasik, maka tidak memenuhi kriteria periwayat yang ‘adil. Itulah sebabnya hadis palsu kemudian dimasukkan dalam kategori hadis yang tidak memenuhi syarat ke-‘adil-an seorang periwayat. Ulama telah sepakat bahwa meriwayatkan hadis palsu hukumnya haram dan merupakan dosa besar sesuai sabda Nabi:
إِنَّ كَذِبًا عَلَىَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ ، مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Sesungguhnya berdusta atas namaku tidaklah sama dengan berdusta pada selainku. Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ رَوَى عَنِّى حَدِيثًا وَهُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبَيْنِ
“Siapa yang meriwayatkan dariku suatu hadits yang ia menduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah seorang dari dua pendusta (karena meriwayatkannya).” (HR. Muslim dalam muqoddimah kitab shahihnya pada Bab “Wajibnya meriwayatkan dari orang yang tsiqoh -terpercaya-, juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 39. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ciri-Ciri Hadis Maudhu’
Agar dapat mengenali hadis maudhu’, terdapat beberapa ciri yang bisa diperhatikan, baik dari sisi sanad maupun matan hadis. Berikut beberapa ciri utama hadis maudhu’:
1. Ciri dari Sisi Sanad
- Perawi yang dikenal sebagai pendusta: Jika dalam rantai sanad terdapat perawi yang terkenal suka berdusta atau pernah tertuduh sebagai pemalsu hadis, maka hadis tersebut dapat dikategorikan sebagai maudhu’.
- Sanad yang terputus: Banyak hadis maudhu’ memiliki sanad yang tidak bersambung (munqathi’) atau bahkan tidak memiliki sanad sama sekali.
- Sanad yang aneh: Beberapa hadis maudhu’ memiliki sanad yang mencurigakan, misalnya menyebutkan perawi yang tidak dikenal dalam ilmu rijalul hadis.
2. Ciri dari Sisi Matan
- Bertentangan dengan Al-Qur’an: Jika sebuah hadis jelas-jelas bertentangan dengan ayat Al-Qur’an yang sudah memiliki makna yang kuat dan qath’i (pasti), maka hadis tersebut perlu diteliti lebih lanjut.
- Bertentangan dengan hadis sahih: Hadis maudhu’ sering kali mengandung isi yang bertolak belakang dengan hadis sahih yang telah diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya.
- Mengandung janji pahala atau ancaman yang berlebihan: Salah satu tanda khas hadis maudhu’ adalah penyampaian ganjaran atau hukuman yang tidak proporsional dengan amalan yang disebutkan.
- Berisi hal-hal yang tidak masuk akal: Hadis yang mengandung unsur khayalan, takhayul, atau sesuatu yang tidak mungkin secara akal dan ilmu pengetahuan sering kali merupakan hadis maudhu’.
- Mengandung kesalahan bahasa: Hadis maudhu’ kadang memiliki susunan bahasa Arab yang tidak sesuai dengan gaya bahasa Nabi Muhammad ﷺ yang fasih dan berstruktur baik.
Sebab Kemunculan Hadis Maudhu’
Hadis-hadis maudhu’ tidak muncul begitu saja, tetapi memiliki beberapa faktor penyebab yang mendorong orang-orang tertentu untuk membuat hadis palsu. Berikut beberapa faktor utama yang menyebabkan munculnya hadis maudhu’:
- Perselisihan Politik
- Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, umat Islam mengalami berbagai perpecahan politik, terutama antara kubu Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah. Para pendukung masing-masing kubu terkadang menciptakan hadis palsu untuk mendukung kepentingan mereka.
- Fanatisme Kelompok dan Mazhab
- Para pendukung mazhab tertentu kadang membuat hadis palsu untuk menguatkan ajaran mereka dan melemahkan kelompok lain.
- Upaya Menarik Perhatian Umat
- Beberapa orang yang ingin populer di kalangan umat Islam menciptakan hadis maudhu’ agar mendapatkan perhatian dan dianggap sebagai ahli agama.
- Upaya Memperindah Kisah-Kisah Keagamaan
- Beberapa penceramah atau ahli hikayat menambah-nambahkan cerita ke dalam hadis agar lebih menarik bagi pendengar.
- Pengaruh Kebudayaan Asing
- Ketika Islam menyebar ke berbagai wilayah, unsur budaya asing seperti Yunani, Persia, dan India ikut mempengaruhi perkembangan hadis. Beberapa ajaran asing ini disisipkan ke dalam hadis melalui pemalsuan.
- Keinginan Baik yang Keliru
- Ada orang-orang yang, dengan niat baik, menciptakan hadis palsu untuk mendorong umat Islam beribadah lebih giat. Namun, niat baik ini tidak dapat membenarkan perbuatan berdusta atas nama Nabi.
Dampak Hadis Maudhu’ dalam Islam
Hadis maudhu’ memiliki dampak yang sangat merugikan bagi umat Islam, baik dalam aspek keimanan, ibadah, maupun pemahaman agama. Beberapa dampak negatifnya antara lain:
- Menyesatkan Umat
- Hadis palsu dapat membuat umat Islam mengamalkan ajaran yang keliru dan bahkan bertentangan dengan syariat Islam.
- Melemahkan Syariat Islam
- Banyak hadis palsu yang bertentangan dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis sahih, sehingga melemahkan keaslian syariat Islam.
- Munculnya Bid’ah dan Tahayul
- Hadis maudhu’ sering kali menjadi dasar bagi praktik ibadah yang tidak ada tuntunannya dalam Islam, seperti ritual tertentu yang tidak diajarkan oleh Nabi.
- Merusak Citra Islam
- Jika hadis palsu dijadikan pegangan dalam Islam, maka ajaran Islam akan terlihat tidak masuk akal dan bertentangan dengan ilmu pengetahuan.
- Memecah Belah Umat
- Banyak hadis maudhu’ digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu, sehingga menyebabkan perpecahan di antara umat Islam.
Contoh Hadis Maudhu’ dan Penjelasan Ulama
Sebagai contoh, salah satu hadis yang dikategorikan sebagai hadis maudhu’ adalah hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ melihat Allah secara langsung dalam peristiwa Isra’ Mi’raj, bahkan melihat-Nya dengan detail, termasuk mahkota-Nya yang dihiasi dengan mutiara yang sangat berkilauan. Hadis ini berbunyi:
لما أسرى بي إلى السماء وانتهيت، رأيت ربي عز وجل بيني وبينه حجاب بارز، فرأيت كل شيء منه حتى رأيت تاجاً محوصاً مخرصاً من لؤلؤ
“Ketika aku (Nabi Muhammad ﷺ) diisra’kan ke langit, aku sampai pada suatu batas di mana aku melihat Tuhanku Azza wa Jalla. Antara aku dan-Nya terdapat hijab yang terang, dan aku melihat segala sesuatu dari-Nya, sampai aku melihat sebuah mahkota yang dihiasi mutiara yang sangat berkilauan.”
Hadis ini diriwayatkan melalui jalur yang mencurigakan, dengan perawi-perawi yang tidak dapat dipercaya. Para ulama hadis telah mengkritik hadis ini dan menyatakannya sebagai hadis palsu (maudhu’). Beberapa alasan utama adalah sebagai berikut:
- Kelemahan Sanad (Jalur Periwayatan)
- Ibnu al-Yasa‘: Dinyatakan sebagai perawi yang tidak dapat dipercaya.
- Qasim bin Ibrahim al-Madani: Tidak memiliki kredibilitas dalam ilmu hadis.
- Al-Daraquthni menyatakan bahwa perawi dalam sanad hadis ini adalah pendusta.
- Pengakuan Kesalahan dalam Periwayatan
- Abu al-‘Ala yang meriwayatkan hadis ini akhirnya menarik kembali seluruh riwayatnya setelah menyadari kesalahan dalam sanadnya.
- Isi Hadis Bertentangan dengan Aqidah Islam
- Mengandung unsur tasybih dan tajassum, yaitu penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya.
- Bertentangan dengan prinsip Islam bahwa Allah tidak bisa diserupakan dengan makhluk-Nya (QS. Asy-Syura: 11).
- Bertentangan dengan ajaran bahwa tidak ada manusia yang dapat melihat Allah di dunia ini (QS. Al-A’raf: 143).
- Pernyataan Ulama Hadis
- Al-Daraquthni secara tegas menyatakan bahwa hadis ini palsu.
- Al-Mushannif (penulis kitab) menyebut hadis ini sebagai buatan perawi yang dikenal sebagai pendusta.
Dengan demikian, hadis ini dikategorikan sebagai hadis maudhu’, dan umat Islam harus berhati-hati dalam menerima hadis serta memastikan keabsahannya sebelum mengamalkan atau menyebarkannya.