Hadis Mu’dal: Definisi, Klasifikasi, dan Implikasinya dalam Studi Ilmu Hadis

Ulumulhadis.id – Istilah mu’dal merupakan isim maf’ul dari akar kata أعضل – يعضل – إعضال – معضل, yang mengandung makna “kesulitan” atau “kerumitan.” Dalam bahasa Arab, kata ini digunakan untuk menggambarkan situasi yang sulit diatasi, seperti dalam frasa الداء العضال, yang berarti “penyakit yang sulit disembuhkan.” Ibn Mandzur dalam Lisan al-Arab menjelaskan bahwa istilah ini mencerminkan sesuatu yang menimbulkan tantangan besar.

Adapun dalam ilmu hadis, mu’dal secara istilah merujuk pada “hadis yang di dalam sanadnya terdapat dua atau lebih perawi yang gugur secara berurutan.” Gugurnya perawi ini menjadikan hadis tersebut sulit untuk dilacak keaslian dan keabsahannya, sebagaimana nama perawi merupakan elemen penting dalam menilai status sebuah hadis.

Klasifikasi dan Hubungan dengan Hadis Lain

Hadis mu’dal sering kali dikaitkan dengan hadis mu’allaq, terutama ketika perawi yang gugur secara berurutan terjadi di awal sanad. Oleh karena itu, ada beberapa kemungkinan yang perlu diperhatikan:

  1. Hadis Mu’dal sekaligus Mu’allaq
    Jika gugurnya perawi terjadi sejak awal sanad, hadis tersebut memenuhi karakteristik mu’dal dan mu’allaq secara bersamaan.
  2. Hadis Mu’dal tanpa Mu’allaq
    Jika gugurnya perawi secara berurutan terjadi di tengah sanad, maka hadis tersebut hanya disebut mu’dal.
  3. Hadis Mu’dal versus Hadis Munqathi’
    Berbeda dengan hadis munqathi’ (terputus), yang hanya melibatkan gugurnya satu perawi pada sanad, hadis mu’dal memiliki tingkat kerumitan yang lebih tinggi karena melibatkan penghilangan dua atau lebih perawi secara berurutan.

Contoh dan Identifikasi Hadis Mu’dal

Contoh hadis mu’dal dapat ditemukan dalam beberapa karya ulama, seperti dalam al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Dalam salah satu riwayatnya, Imam Malik sering menyebutkan:

بلغني أن رسول الله ﷺ قال
Kalimat seperti ini menunjukkan bahwa sanadnya terputus karena Imam Malik tidak menyebutkan siapa yang meriwayatkan hadis tersebut langsung darinya. Jika ditemukan penghilangan dua perawi atau lebih secara berurutan, maka hadis tersebut digolongkan sebagai mu’dal.

Contoh hadis mu’dal yang diriwayatkan Imam Malik dalam kitabnya al-Muwaththa’:

وَحَدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
“تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ

Hadis ini menunjukkan ciri khas mu’dal, karena Imam Malik memulai dengan frasa أَنَّهُ بَلَغَهُ  (telah sampai kepadanya). Tidak ada penyebutan siapa yang meriwayatkan hadis ini kepada Imam Malik, sehingga ada dua atau lebih perawi yang hilang dalam sanad. Hal ini menjadikan hadis tersebut tergolong mu’dal.

Contoh lain hadis mu’dal dapat ditemukan dalam riwayat yang disampaikan oleh al-Hakim, yang menceritakan sebuah peristiwa ketika Allah menciptakan akal. Dalam hadis tersebut, dikatakan bahwa Allah memerintahkan kepada akal dengan urutan sebagai berikut:

حَدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ عَنْ إِبْنِ شِهَابٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ
أَنَّ نَاسًا مِنْ الْأَنْصَارِ سَأَلُوا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَعْطَاهُمْ ثُمَّ سَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ حَتَّى نَفِدَ مَا عِندَهُ ثُمَّ قَالَ: “مَا يَكُونُ عِندِي مِنْ خَيْرٍ فَلَنْ أَدَّخِرَهُ عَنْكُمْ وَمَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ وَمَا أُعْطِيَ أَحَدٌ عَطَاءً هُوَ خَيْرٌ وَأَوْسَعُ مِنْ الصَّبْرِ.”

(الْحَكِيمُ عَنْ الْحَسَنِ) قَالَ: حَدَّثَنِي عِدَّةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ
(الْحَكِيمُ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ) مَعْضَلًا.

Hadis ini termasuk dalam kategori mu’dal karena terdapat keterputusan sanad yang cukup jelas, yakni dua atau lebih perawi yang hilang secara berurutan. Dalam hal ini, hadis tersebut diceritakan oleh al-Hakim dari al-Hasan yang mengaku menerima riwayat ini dari beberapa sahabat, tetapi tidak menyebutkan siapa saja mereka secara spesifik. Setelah al-Hasan, riwayat tersebut diteruskan dengan penyebutan dari al-Awza’ī, yang juga tidak menyebutkan perawi yang ada antara al-Hasan dan al-Awza’ī.

Keterputusan seperti ini, di mana terdapat dua atau lebih perawi yang terputus secara berurutan dalam sanad, menjadikan hadis ini mu’dal. Status mu’dal menunjukkan bahwa riwayat ini tidak memiliki kesinambungan yang sempurna dalam sanadnya, yang membuatnya lebih sulit untuk dipastikan keabsahannya dibandingkan dengan hadis yang sanadnya lengkap dan terhubung tanpa adanya kekosongan.

Implikasi Hadis Mu’dal dalam Ilmu Hadis

  1. Kesahihan Hadis
    Hadis mu’dal secara umum dianggap lemah (dha’if), karena gugurnya dua atau lebih perawi menghilangkan kejelasan tentang jalur periwayatan hadis tersebut.
  2. Pengaruh pada Kajian Hukum Islam
    Sebagai hadis yang tidak memenuhi kriteria kesahihan, hadis mu’dal jarang digunakan sebagai dasar hukum. Namun, dalam beberapa kasus, ulama tetap mempertimbangkan konteksnya jika hadis tersebut didukung oleh riwayat lain yang lebih kuat.
  3. Pentingnya Verifikasi Sanad
    Hadis mu’dal mengajarkan pentingnya metode kritik sanad dalam memastikan autentisitas riwayat. Para ulama hadis, seperti al-Bukhari dan Muslim, sangat berhati-hati dalam menerima hadis dengan sanad yang memiliki kelemahan semacam ini.

Peran Ulama dalam Mengidentifikasi Hadis Mu’dal

Ulama hadis menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi dan menganalisis hadis mu’dal. Beberapa karya yang menjadi rujukan utama dalam bidang ini meliputi:

  • Tadrib al-Rawi karya Imam al-Suyuthi, yang membahas berbagai jenis kelemahan dalam sanad.
  • Muqaddimah Ibn al-Salah, yang memberikan pengantar penting tentang klasifikasi hadis, termasuk hadis mu’dal.
  • Tahzib al-Kamal karya al-Hafidz Jamaluddin Yusuf bin Abdurrahman al-Mizzi, yang memuat informasi rinci tentang para perawi dan sanad mereka.
  • Dan lain-lain yang masih banyak lagi.

Akhir Kalam

Hadis mu’dal merupakan salah satu bentuk kelemahan dalam sanad yang memiliki dampak besar terhadap penilaian kesahihan sebuah hadis. Pemahaman tentang hadis ini tidak hanya menunjukkan kerumitan dalam ilmu hadis, tetapi juga menyoroti ketelitian para ulama dalam menjaga otentisitas ajaran Rasulullah ﷺ. Dengan mengidentifikasi dan mengklasifikasikan hadis mu’dal, ulama memberikan panduan berharga bagi generasi berikutnya dalam memahami dan menilai warisan hadis yang kaya dan kompleks.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *