Mengenal Hadis Daif: Definisi, Kriteria, dan Jenis-Jenisnya

Ulumulhadis.id – Secara etimologi, kata “daif” (ضعف) berasal dari akar kata dha’-u-fa ضَعُفَ, yadh-‘u-fu يَضْعُفُ, dha’-fun ضَعْفٌ, dan dhu’-fun ضُعْفٌ yang berarti lemah, baik dalam aspek fisik maupun intelektual. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Mansur Muhammad bin Ahmad al-Azhari dalam kitabnya Tahdzib al-Lughah. Namun, ada pendapat lain yang membedakan antara ضَعْفٌ (dha‘fun) yang merujuk pada kelemahan intelektual, dan ضُعْفٌ (dhu‘fun) yang merujuk pada kelemahan fisik.

Adapun secara terminologi, hadis daif didefinisikan sebagai: “hadis yang tidak memenuhi syarat hadis sahih dan hadis hasan.” Definisi ini disebutkan oleh Ibnu al-Salah dalam Muqaddimah-nya. Namun, al-Iraqi, guru al-Hafidz Ibn( )u Hajar, menilai definisi tersebut kurang tepat. Menurut al-Iraqi, karena hadis hasan memiliki syarat yang lebih rendah daripada hadis sahih, maka cukup disebutkan bahwa hadis daif adalah “hadis yang tidak memenuhi syarat hadis hasan.”

Ketika mendefinisikan hadis daif, al-Iraqi berkata:

أما الضعيف فهو ما لم يبلغ مرتبة الحسن

“Hadis daif adalah hadis yang tidak sampai pada derajat hadis hasan.”

Sedangkan al-Hafidz Ibnu Hajar memberikan definisi yang lebih ringkas:

“Hadis daif adalah hadis yang tidak memenuhi syarat hadis maqbul.”

Hadis maqbul mencakup hadis sahih dan hasan. Dengan demikian, istilah maqbul mampu mewakili keduanya sekaligus menjawab kritikan al-Iraqi terhadap definisi Ibnu al-Salah.

Syarat untuk menilai sebuah hadis sebagai sahih adalah:

  1. Sanadnya bersambung.
  2. Periwayatnya memiliki daya ingat (dhabit) yang sempurna.
  3. Periwayatnya adil.
  4. Tidak ada cacat yang tersembunyi (illah).
  5. Tidak bertentangan dengan periwayat yang lebih tsiqah atau lebih banyak jumlahnya (syadz).

Syarat ini juga berlaku untuk hadis hasan, hanya saja kadar kedabitan periwayat pada hadis hasan lebih rendah daripada hadis sahih. Dengan memahami syarat-syarat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa hadis daif adalah hadis yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari syarat-syarat di atas.

Logika Klasifikasi Hadis Daif

Hadis dikategorikan sebagai daif jika tidak memenuhi salah satu syarat hadis sahih. Berdasarkan itu, hadis daif dapat diklasifikasikan menurut aspek yang tidak terpenuhi. Setiap syarat yang tidak terpenuhi bisa dijabarkan lebih detail. Misalnya, syarat keadilan periwayat bisa dijabarkan menjadi ketidakadilan karena:

  • Bukan seorang Muslim.
  • Fasik.
  • Memiliki akidah menyimpang.

Syarat dabit juga dapat dijabarkan lebih rinci, seperti tidak dabit karena:

  • Pelupa.
  • Sering salah dalam meriwayatkan hadis.
  • Kehilangan catatan hadisnya.
  • Pikun.

Klasifikasi ini menjadi dasar pembagian jenis hadis daif oleh para ulama, seperti Ibnu Hibban yang mengklasifikasikannya menjadi 49 jenis, al-Iraqi menjadi 42 macam, dan sebagian lainnya hingga 63 macam.

Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar, lima syarat hadis maqbul bermuara pada dua hal utama:

  1. Keterputusan sanad.
  2. Kelemahan periwayat, yang meliputi:
    • Tidak adil.
    • Tidak dabit.

Adapun syarat tidak ada cacat tersembunyi (illah) dan tidak syadz juga bermuara pada ketidakdabatan periwayat. Artinya, periwayat yang tidak dabitlah yang membuat hadis memiliki cacat atau bertentangan dengan periwayat lain yang lebih tsiqah.

Klasifikasi Hadis Daif

Berdasarkan penjelasan di atas, klasifikasi yang relevan dan mudah dipahami adalah sebagai berikut:

Penjelasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih komprehensif tentang topik hadis daif.

  1. Hadis daif karena sanadnya terputus:
    • Keterputusan jelas (al-saqt al-jali):
      • Munqati’.
      • Mu’allaq.
      • Mu’dal.
      • Mursal.
    • Keterputusan samar (al-saqt al-khafi):
      • Mursal khafi.
      • Mudallas.
  2. Hadis daif karena periwayatnya tidak dabit:
    • Munkar.
    • Maqlub.
    • Mudtarib.
    • Mudraj.
    • Musahhaf.
    • Muharraf.
    • Al-Mazid fi muttasil al-asanid.
  3. Hadis daif karena periwayatnya tidak adil:
    • Periwayat pendusta (maudu’).
    • Periwayat tertuduh berdusta (matruk).
    • Periwayat ahli bid’ah (munkar).
    • Periwayat fasik (munkar).
    • Periwayat tidak diketahui keadilannya:
      • Periwayat mubham (namanya tidak disebutkan).
      • Periwayat majhul (namanya disebutkan, tetapi statusnya tidak diketahui).
  4. Hadis daif karena ada cacat tersembunyi:
    • Disebut dengan hadis mu’allal.
  5. Hadis daif karena syadz:
    • Disebut dengan hadis syadz.

Demikianlah penjelasan singkat mengenai hadis daif, adapun rincian mengenai klasifikasi hadis daif akan kami jelaskan pada artikel-artikel berikutnya. Barakallahu fikum..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *