Ulumulhadis.id – Saat kita membaca hadis nabi, nama Imam al-Bukhari sudah sering disebutkan dan mungkin sudah pasti tidak asing lagi di telinga kita. Ya, beliau adalah salah seorang ulama dan Imamnya para ahli hadis. Banyak hal menarik yang dapat kita ulas mengenai biografi beliau. Saking banyaknya hal menarik mengenai biografi Imam al-Bukhari, maka barangkali biografi Imam al-Bukhari akan dibagi menjadi beberapa bagian artikel.

Nasab

Mungkin sebagian dari kita hanya mengetahui nama Imam al-Bukhari adalah Bukhari saja, padalah nama asli beliau adalah Muhammad. Nama kunyah-nya (nama keduanya) adalah Abu Abdillah atau bapak dari Abdullah, adapun nama lengkap beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhari.

Beliau lahir pada hari Jum’at 13 Syawal 194 H atau bertepatan pada tanggal 21 Juli 810 M di kota Bukhara. Bukhara merupakan sebuah kota yang terletak di tengah Republik Uzbekistan hari ini. Demikiannya beliau terkenal dengan nama al-Bukhari sebagaimana dalam tradisi Islam menisbahkan nama seseorang di tempat asal kelahirannya karena lahir di Bukhara.

Potret Kehidupan

Ismail; ayah dari al-Bukhari meninggal ketika al-Bukhari masih kecil. Jadi yang merawat, membesarkan, dan mendidik al-Bukhari adalah ibunya seorang diri. Adapun biaya pendidikan al-Bukhari didapat dari harta peninggalan ayahnya.

Sebelum al-Bukhari lahir, ayahnya yakni Ismail dikenal memang mempunyai semangat yang kuat dalam mempelajari ilmu agama, khususnya yang berkaitan dengan hadis nabawi. Ketika pergi haji pada tahun 179 H, atau 15 tahun sebelum Bukhari lahir, beliau menyempatkan diri menemui tokoh-tokoh ahli hadis sekaligus untuk berguru dengannya seperti Imam Malik bin Anas (w. 179 H), Abdullah bin al-Mubarak (w. 181 H), Abu Mu’awiyah bin Shalih, dan lain-lain.

Ismail pun mewariskan ilmu kepada al-Bukhari berupa perpustakaan, dan yang lebih istimewa lagi adalah beliau mewariskan semangat dalam menimba ilmu. (Hanif Lutfi, Biografi Imam Bukhari, hlm. 8)

Yatim dan Buta Sewaktu Kecil

Tidak berselang lama setelah Ismail wafat, al-Bukhari kecil mengalami rasa sakit pada matanya hingga mengakibatkan mata al-Bukhari kecil mengalami kebutaan. Hal tersebut lantas membuat ibunya sedih teramat sangat. Meskipun begitu Ibundanya terus berdoa untuk kesembuhan anaknya dan tetap berusaha mencari cara bagaimana menyembuhkan mata al-Bukhari kecil. Hingga pada suatu malam Allah benar-benar mengabulkan doa ibunda al-Bukhari dengan mengembalikan penglihatan al-Bukhari seperti sedia kala.

Dikisahkan pada suatu malam ibunda al-Bukhari tertidur, kemudian ia bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berkata kepadanya, “Wahai perempuan, sungguh Allah telah mengembalikan penglihatan putramu dikarenakan doa yang terus engkau panjatkan dan tangisan dari doamu. (Lihat adz-Zahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, juz 10, hlm. 80).

Awal Mula Belajar Hadis

al-Bukhari mulai belajar hadis di usia yang masih sangat muda, yakni masih kurang dari 10 tahun. Ketika al-Bukhari berusia 10 tahun, Imam asy-Syafi’i di Mesir tepatnya pada tahun 204 H atau 820 M meninggal dunia. Maka secara otomatis al-Bukhari tak pernah bertemu dengan Imam asy-Syafi’i.

Beberapa tahun kemudian, ketika al-Bukhari menginjak umur 16 tahun beliau telah menghafal banyak kitab ulama terkenal, seperi Ibn al-Mubarak, Waki’, dan lain-lainnya.

Pada usia 16 tahun itu juga al-Bukhari pergi ke Mekah bersama ibu dan kakaknya Ahmad dalam rangka menunaikan ibadah haji. Beliau tetap di sana sementara ibu dan kakaknya pulang ke kampung halaman.

Di Mekah itulah al-Bukhari berguru kepada tokoh ahli hadis dan mendalami hadis kepada Abdullah bin Zubair al-Humaidi, al-Walid al-Azraqy, Ismail al-Saigh, dan lain-lain. (Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhadditsun, hlm. 352)

Mulai Menulis Kitab

Di umur yang masih terbilang belia itu, mulai berkarya dan menulis kitab. Pada usia 18 tahun beliau telah menulis kitab yang berjudul: Qadhaya as-Sahabah wa at-Tabi’in wa Aqwalihim. Namun sangat disayangkan kitab tersebut sampai sekarang keberadaannya belum dapat ditemukan.

Setelah kitab tersebut rampung, al-Bukhari kemudian menulis kembali sebuah karya yang juga menjadi inovasi baru dalam keilmuan Islam, yakni kitab at-Tarikh al-Kabiir. Dikatakan sebagai inovasi baru karena dalam kitab tersebut terbilang sebagai kitab pertama yang ditulis dalam rangka mengumpulkan biografi perawi hadis dalam satu kitab tersendiri. Di dalam kitab tersebut, al-Bukhari setidaknya menulis biografi lebih dari 1000-an ulama. Beliau menulis kitab tersebut di Madinah, tepatnya di samping makam kuburan Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam. Setiap beliau ingin menulis satu biografi perawi, beliau terlebih dahulu melakukan shalat dua rakaat. (adz-Dzahabi, Tadzkirat al-Huffadz, hlm. 104)

Kitab at-Tarikh al-Kabir ini sendiri di dalam berisi biografi para perawi hadis dan atsar yang secara umum menghimpun perawi dari golongan tsiqah (terpercaya) atau dhu’afa (lemah periwayatannya). Adapun materi kitab tersebut, Imam al-Bukhari bergantung pada riwayat apa yang ia dengar dari para gurunya, ataupun hadis-hadis yang pernah beliau riwayatkan untuk menetapkan nama, nasab, kunyah, lahir dan wafat, hingga beliau memberikan penilaian kualitas atau kualifikasi perawi sehingga kitab ini memberikan sumbangsih pengetahuan dalam ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil.

Dalam kitab tersebut, beliau memberikan muqaddimah yang cukup ringkas yang di sana beliau menjelaskan tentang kelebihan suku Quraisy dibanding suku yang lain. Kemudian alasan Allah memilih Sayyidina wa Uswatina Muhammad sebagai nabi, serta dilanjutkan dengan biografi ringkas mengenai Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Baru setelahnya beliau menyusun nama para perawi hadis berdasarkan susunan huruf abjad. Akan tetapi sebelum itu, beliau mendahulukan para perawi yang bernama “Muhammad” untuk menunjukkan betapa mulianya orang yang dinamakan dengan nama “Muhammad”.

Baca Juga: Khadijah: Sosok Teladan Perempuan Ahli Surga

Kemudian apabila nama “Muhammad” telah selesai dituliskan semua, maka baru kemudian mengikut susunan huruf abjad mulai dari tabaqat sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan masa setelahnya. Adapun jumlah perawi yang termaktub dalam kitab tersebut berkisar 13.000 lebih tentang perawi hadis. Sedangkan hadis-hadis yang termaktub dalam kitab tersebut berkisar 4.000 lebih termasuk yang sahih dan yang tidak sahih.

Kalau ditinjau lebih dalam memang kitab at-Tarikh al-Kabiir ini memang berbeda dengan kitab al-Jami’ as-Shahih atau Shahih al-Bukhari, karena kitab Shahih al-Bukhari telah diakui dan disepakati kesahihannya oleh para ulama dan seluruh kaum muslimin. Karena Imam al-Bukhari menghabiskan waktu lebih dari 15 tahun untuk menulis Shahih al-Bukhari dengan benar-benar meneliti kesahihannya. Sedangkan kitab at-Tarikh al-Kabiir terkadangmemang sengaja memasukkan yang tidak shahih dengan tujuan untuk menjelaskan ‘illat (cacatnya) hadis tersebut.

Faedah Penting

Di antara faedah penting yang dapat kita dulang dari pembahasan ini yakni kita jadi semakin mengerti bahwa Imam al-Bukhari adalah sosok yang sangat paham mengenai rawi hadis, beliau termasuk ulama dan imam pemerhati Jarh wa ta’dil sehingga kemudian pada kitab karyanya selanjutnya yakni al-Jami’ as-Shahih atau Shahih al-Bukhari beliau tulis dalam keadaan sangat mengerti mengenai kualifikasi para perawi adis dan jalur periwayatan-periwayatan mereka sehingga sempurnalah maklumat beliau memisahkan antara mana yang benar-benar sahih dan mana yang benar-benar da’if bahkan maudhu’.

Biografi selanjutnya mengenai Imam al-Bukhari dapat dilihat pada artikel bagian kedua mengenai Imam al-Bukhari sebagai berikut:

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *