Hadi Wiryawan

ulumulhadis.id – Imam al-Bukhari hidup di zaman kekhilifahan Abbasiyyah. Dimana kala itu memang era dimana riset dan penulisan-penulisan sedang gencar-gencarnya hingga dikatakan bahwa di masa kekhilafahan Abbasiyah adalah era keemasan Islam karena banyaknya para ilmuan dan ulama lahir kala itu.

Guru-guru Imam al-Bukhari

berada di zaman keemasan Abbasiyah dimana saat itu trend pencarian hadis sedang gencar-gencarnya merupakan satu keuntungan tersendiri juga bagi Imam al-Bukhari. Imam al-Bukhari belajar dan mengambil hadis dari sejumlah ulama dari berbagai daerah. Mulai dari Makkah (Arab Saudi), Madinah (Arab Saudi), Baghdag (Irak), Bashrah (Irak), Kufah (Irak), Iskandariah (Mesir), Bukhara (Uzbekistan), dan lain-lain.

Guru beliau di Makkah adalah Abu al-Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraqi, Abdullah bin Yazid al-Muqri, Ismail bin Salim al-Shaigh, Abu Bakar al-Humaidi Abdullah bin al-Zubair al-Qurasyi.

Adapun guru beliau di Madinah yakni Ibrahim bin al-Mundzir al-Hazami, Mutharrif bin Abdullah bin Hamzah, Abu Tsabit Muhammad bin Abdillah, Abdul Aziz bin Abdillah, dan Yahya bin Qaz’ah.

Kemudian di Baghdad di antaranya berguru kepada Muhammad bin ‘Isa al-Thiba’i, Muhammad bin Sabiq, Suraih, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain.

Imam al-Bukhari apabila pergi ke Baghdad, beliau selalu meluangkan waktu yang banyak untuk berguru kepada Imam Ahmad bin Hambal.

Imam Ahmad bin Hambal lahir pada tahun 164 H sedang Imam al-Bukhari lahir tahun 194 H, jadi mereka selisih 30 tahun lebih tua Imam Ahmad.

Dalam rihlahnya ke berbagai negeri, Imam al-Bukhari telah bertemu dengan banyak guru terkemuka serta dapat dipercaya. Beliau pernah berkat: “Aku menulis hadis dari 1.080 guru, yangmana mereka semua merupakan ahli hadis dan berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.” (adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, Juz 12, hlm. 395)

Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Sosok Imam al-Bukhari (Bag. 2)

Diantara guru yang dimaksud yakni Ali bin Madini, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi, Maki bin Ibrahim Al-Balkhi, Muhammad bin Yusuf Al-Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru. Guru-guru Al-Bukhari menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqallani terklasifikasi menjadi 5 (tingkatan), yaitu:

Pertama, Guru-gurunya dari pengikut para Tabi’in, seperti: Muhammad bin Abdullah al-Anshari, Makki bin Ibrahim, Ubaidullah bin Musa, dan lain-lain

Tingkatan pertama, orang yang menerima hadis dari kalangan Tabi’in, mereka yang termasuk dalam kelas ini antara lain: Muhammad bin Abdillah Al-Ansyari yang memperoleh hadis dari Humaid; Makki bin Ibrahim dari Yazid bin Abi Ubaid; Abu Ashim An-Nabil dari Yazid bin Abi Ubaid; Ubaidilah bin Musa dari Ismail bin Abi Khalid; Abu Nua’im dari Al-A’masy; Khallad bin Yahya dari Isa bin Thuhman; dan Ayyasy dan Isham bin Khalid yang meriwayatkan hadist dari Huraiz bin Utsman. Secara singkat, guru-guru mereka adalah Tabi’in.

Tingkatan kedua, orang lain yang semasa dengan kelompok pertama, akan tetapi mereka tidak mendengar dari kelompok Tabi’in yang tsiqah. Orang yang termasuk dalam kelompok ini antara lain; Adam bin Abi Iyas, Abu Mashar Abdul A’la bin Mashar, Said bin Abi Maryam, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal dan lain-lain.

Tingkatan ketiga, ini merupakan tingkatan paling tengah di antara sekian banyak guru-guru al-Bukhari. Mereka yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkatan ini tidak bertemu dengan tabi’in. Oleh karena itu, mereka hanya mendapatkan hadits dari kelompok tabi’ut-tabi’in. Mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain; Sulaiman bin Harb, Qutaidah bin Said, Nua’im bin Hammad, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ruhawaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah dan beberapa lainnya. Pada tingkatan ketiga ini, Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dari mereka.

Tingkatan keempat, mereka yang termasuk dalam tingkat ini pada dasarnya sama dengan tingkat ketiga dalam mendapatkan hadis. Letak perbedaannya, kalau tingkat ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits daripada tingkatan keempat ini. Orang yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain; Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhuli, Abu Hatim Ar-razi, Muhammad bin Abdirrahim Sha’iqah, Abd bin Humaid, Ahmad bin An-Nadhr dan ulama sekelasnya. Imam Al-Bukhari hanya meriwayatkan hadits dari kelompok tingkatan keempat ini apabila dia tidak mendapatkan hadis dari guru-gurunya yang berada di tingkat di atasnya, atau Imam Al-Bukhari tidak menjumpai hadist tersebut pada gurunya yang berada di level di atasnya.

Tingkatan kelima, sekelompok orang yang hadisnya hanya dipakai pertimbangan dalam menentukan usia para perawi hadis maupun dalam jalur periwayatan hadis. Imam Al-Bukhari mengambil hadis dari kelompok ini karena adanya manfaat. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi kelompok tingkat kelima ini antara lain; Abdullah bin Hammad Al-Amali, Abdullah bin Al-Ash Al-Khawarizmi, Husain bin Muhammad Al-Qabbani dan beberapa orang lainnya. Jumlah hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari guru tingkatan kelima ini jumlahnya terbilang sangat sedikit.

Murid Imam al-Bukhari

Dalam menyeleksi suatu hadis, Imam al-Bukhari adalah orang yang paling tinggi standarnya, hingga bisa dipastikan karyanya hadis-hadis yang beliau riwayatkan adalah yang paling shahih.

Adapun kualifikasi Imam al-Bukhari juga dibuktikan dengan keberhasilannya mencetak ulama-ulama sekaliber di zamannya. Di antaranya yakni Muslim bin al-Hajjaj atau biasa dikenal sebagai Imam Muslim, Abu ‘Isa at-Tirmidzi atau yang biasa dikenal sebagai Imam at-Tirmidzi, Ahmad bin Syu’aib (Imam an-Nasa’i), Abdullah bin Abdirrahman ad-Darimi (Imam ad-Darimi), Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (Imam Ibn Khuzaimah), Abu Hatim ar-Razi.(Abu Bakar al-Kafi, Manhaj al-Imam al-Bukhari, hlm. 43-47

Kemudian Ibrahim bin Ishaq al-Harbi, Abu Bakr bin Abi Dunia, Abu Bakar Ahmad bin ‘Amr, bin Abi’ ‘Ashim, Shalih bin Muhammad Juzrah, Muhammad bin Abdullah al-Khadiri, Ibrahim bin Ma’qil an-Nafasi, Abdullah bin Najiyah, Amr bin Muhammad bin Bujair, Abu Kuraib, Muhammad bin Jumu’ah. Yahya bin Muhammad bin Sha’id, Muhammad bin Yusuf al-Farabri, Abu Bakar bin Abi Dawud, Muhammad bin Salman bin Faris, Muhammad bin ‘Ambar an-Nasafi, dan sejumlah murid lainnya. (al-Hafidz Ibnu ‘Adi al-Jurjani, Asami man Rawa ‘anhum Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Tahqiq Badr bin Muhammad al-’Ammasi, hlm. 46-53)

Faedah Penting

Melihat berapa banyak guru-guru yang beliau timba ilmunya serta berapa banyak murid-murid hebat yang beliau cetak, maka sangat pantas memang para ulama menggelari Imam al-Bukhari sebagai Amirul Mu’minin fil Hadis (Imamnya para ahli hadis). Salah satu pelajaran penting yang kita teladani dari sosok Imam al-Bukhari yakni syarat supaya menuntut ilmu menjadi berkah adalah dengan berguru dan menjadi lebih berkah lagi apabila ilmu yang kita miliki kita sampaikan kepada murid-murid kita sehingga bisa diamalkan oleh murid-murid kita. Sesuai dengan sabda nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Sampaikanlah dariku walau satu ayat”.

Wallahu a’lam

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *