Ulumulhadis.id – Siapa yang tidak kenal dengan kitab Sahih al-Bukhari, kitab tersebut merupakan kitab masterpiece dan paling monumental buah hasil karya dari Imam al-Bukhari yang beliau tulis dan teliti dalam rentang waktu 16 tahun. Kitab ini dikenal di kalangan para ulama dengan nama Sahih al-Bukhari. Adapun nama asli kitab yang diberikan oleh penulisnya yakni al-Bukhari sebenarnya adalah al-Jami’ al-Musnad as-Sahih al-Mukhtashar min Umuri Rasulillahi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam wa Sunanihi Ayyamihi.
Imam al-Bukhari mengabdikan hidupnya untuk mencari, menghafal, mencatat, dan membukukan hadis nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam. Beliau melakukan filterisasi (penyaringan/penseleksian) ulang terhadap hadis Nabi mengenai sanad dengan tujuan untuk memisahkan mana hadis Nabi yang benar-benar sahih dan mana yang tidak sahih. Di antara kutub at-tis’ah, al-Jami’ as-Sahih adalah kitab yang mendapat pengakuan dan penilaian paling tinggi di kalangan para ulama dan umat Islam secara universal. Bahkan al-Jami’ as-Sahih disebut sebagai kitab paling otentik setelah al-Qur’an.
Latar Penulisan Sahih al-Bukhari
– Ketika Imam al-Bukhari menelusuri dan meneliti kitab-kitab hadis, beliau melihat banyak sekali kitab-kitab hadis yang mencampur adukan hadis-hadis sahih, hasan, dan dhaif. Melihat itu, beliau merasa bahwa hadis-hadis nabi tidak boleh dicampur adukkan antara yang sahih dan yang tidak sahih, maka dari itu beliau tergerak untuk membukukan hadis di dalam kitab beliau yang hanya sahih saja. (Ibnu Hajar al-Asqallani, Hadyu as-Sari Muqaddimah Fath al-Bari, hlm. 8)
– Adanya dorongan kuat dari guru beliau yakni Ishaq bin Rahawaih (terkadang dipanggil Ishaq bin Rahuyah) ketika itu beliau berpesan: “Jika sekiranya engkau mengumpulkan kitab ringkas yang berisikan hadis-hadis sahih dari Rasulullah”. Maka kemudian Imam al-Bukhari berkata: “Pesan tersebut menancap kuat di dalam hatiku, maka kemudian aku mengumpulkan hadis-hadis sahih dalam kitab al-Jami’ as-Sahih”. (Ibnu Hajar al-Asqallani, Hadyu as-Sari Muqaddimah Fath al-Bari, hlm. 9)
Sistematika Hadis dalam Kitab al-Bukhari
Al-Hafidz Abu Amr Utsman bin ash-Shalah (W. 643 H) berkata, Jumlah hadis yang ada dalam al-Jami’ as-Sahih adalah 7275 hadis yang mencakup hadis yang berulang-ulang. Adapun jika diriwayatkan tanpa pengulangan maka hadis dalam kitab tersebut berjumlah 4000 hadis mencakup Atsar sahabat dan tabi’in, dan terkadang satu hadis yang diriwayatkan dua sanad maka hadis tersebut tergolong dua hadis. (Ibnu ash-Shalah, Ulum al-Hadis, hlm. 16-17)
Berdasarkan penelusuran penulis, hadis-hadis yang tertera dalam Sahih al-Bukhari berjumlah 7008 penomoran hadis. Terdiri dari 97 kitab-kitab pembahasan dan di dalam kitab-kitab pembahasan berisi bab-bab (sub-bab) mulai dari Bab Permulaan Wahyu dan diakhiri dengan Bab Tauhid.
Hadis nomor 1 kitab Sahih al-Bukhari:
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At-Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan”
Sedangkan hadis terakhir nomor 7008 kitab Sahih al-Bukhari berbunyi:
حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ إِشْكَابٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
“Telah menceritakan kepadaku Ahmad bin Isykab telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudlail dari ‘Umarah bin Alqa’qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah radliyallahu’anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada dua kalimat yang disukai Ar Rahman, ringan di lisan dan berat di timbangan, yaitu Subhanallahu wa bihamdihi subhanallahil’adzim.”
Kriteria Kesahihan Hadis Menurut Imam al-Bukhari
al-Jami’ as-Sahih mendapat pengakuan dan penilaian tertinggi di kalangan para ulama bukan tanpa alasan, karena dalam proses penerimaan hadis, seorang mukharrij menetapkan kriteria-kriteria tertentu yang menyangkut aspek otentisitas hadis untuk menghindarkan dari hadis-hadis palsu. Imam al-Bukhari dikenal paling ketat dalam menetapkan kriteria diterimanya sebuah hadis dalam kitabnya. Beliau paling ketat menentukan standar kualitas apa saja yang harus dimiliki seorang perawi hadis dalam sanad yang diterimanya.
Baca Juga: Mengenal Lebih Dekat Sosok Imam al-Bukhari (Bag. 2)
Sebenarnya Imam al-Bukhari tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai kriteria-kriteria hadis sahih di dalam kitab al-Jami’ as-Sahih, namun begitu sejatinya kriteria kesahihan yang dianut Imam al-Bukhari dapat diketahui dari penelaahan murid-murid dan para ulama hadis setelahnya. Dari situ, para ulama telah merumuskan kriteria hadis sahih yang dianut oleh Imam al-Bukhari dalam kitabnya.
Adapun kriteria khusus mengenai kesahihan hadis dalam kitab al-Jami’ as-Sahih, yakni:
Penilaian Ulama Terhadap Kitab Sahih al-Bukhari
Para ulama dari kalangan ahli hadis mereka menilai telah sepakat bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab hadis paling istimewa dan paling otoritatif kesahihannya. Puluhan bahkan ratusan ulama memuji sosok Imam al-Bukhari beserta karyanya. Adapun di sini penulis hanya mencantumkan beberapa ungkapan pujian dari para ulama kibar untuk mewakili ulama-ulama lain di antaranya:
- Yahya bin Syaraf an-Nawawi (Imam Nawawi) berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim adalah kitab paling sahih setelah al-Qur’an, dan umat muslim secara umum telah menerimanya, sedangkan kitab karya al-Bukhari adalah yang paling sahih dan paling banyak faedah di antara keduanya, dan telah sepakat juga bahwa Imam Muslim-lah yang mengambil faedah dari Imam al-Bukhari, beliau secara jelas mengakui bahwa dirinya tidak sampai pada tingkatan al-Bukhari dalam hal ilmu hadis.” (Imam Nawawi, Syarah Sahih Muslim, Jilid 1, hlm. 14)
- Ibnu Khuzaimah berkata: “Aku tidak pernah melihat sesorang di bawah langit seseorang yang lebih mengetahui hadis Rasulullah dan yang lebih hafal hadis Rasulullah selain Muhammad bin Ismail al-Bukhari.” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Syarh Ilal al-Tirmidzi, Jilid 1, hlm. 494)
- Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata: “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih berilmu tentang ilmu ‘illal (kecacatan yang tersembunyi dalam hadis) dibandingkan para ahli hadis selain dari Imam al-Bukhari.” (Ibnu Rajab al-Hanbali, Syarh Ilal al-Tirmidzi, Jilid 1, hlm. 494)
- Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani (wafat th. 852 H) berkata dalam awal muqaddimahnya dalam kitab Fathul Bari beliau berkata: “Sungguh aku telah melihat bahwa Abu Abdillah al-Bukhari dalam Jami’ as-Sahih-nya telah mengambil penetapan dan pengambilan hukum dari cahaya yang indah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah-, mengambil dan menukil dari sumbernya, dan beliau dikaruniai niat yang baik dalam mengumpulkan hadis-hadis, sehingga orang-orang yang menyelisihi dan menyetujui mengakuinya, juga menerima pembicaraannya dalam Shahihnya …” (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Muqaddimah Fathul Bari, hlm. 3)
- Dan masih banyak lagi pujian-pujian para ulama yang tidak dapat penulis cantumkan pada tulisan ini.
Faedah Penting dari Sahih al-Bukhari
Imam al-Bukhari telah berjasa besar dalam menjaga keutuhan syariat dan kemuliaan ajaran Islam. Bukti dengan kerja keras beliau yang telah memilah mana hadis sahih dengan hadis palsu dan hal ini termasuk bagian dari jihad. Perlu diketahui jihad tidak selamanya dengan senjata atau perang, akan tetapi ada jihad yang lebih utama yakni jihad dalam menuntut ilmu serta mengajarkan ilmu. Syaikh Muhammad bin Salih al-Utsaimin rahimahullah pernah berkata, “Menuntut ilmu adalah bagian dari jihad di jalan Allah karena agama ini bisa terjaga dengan dua hal yaitu dengan ilmu dan berperang (berjihad dengan senjata), bahkan jihad dengan ilmu terkadang lebih utama, karena menjaga syariat pada dasarnya adalah dengan ilmu dan jihad dengan senjata pun pada dasarnya harus berbekal ilmu.
Selain dari pada itu, ada jenis amalan ibadah yang tidak berhenti catatannya pahalanya sampai hari kiamat yakni mengajarkan ilmu yang bermanfaat. Jadi meskipun Imam al-Bukhari telah lama wafat, akan tetapi setiap orang yang mengambil faedah dan mengamalkan hadis dalam kitab sahihnya secara tidak langsung Imam al-Bukhari pun mendapatkan pahala sebagaimana orang lain yang mengamalkan.
Semoga Allah Subhanahu wata’ala selalu merahmati beliau dan dicatatkan baginya pahala yang terus mengalir abadi. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin
TOP!!