ulumulhadis.id – Dalam sejarah penulisan hadis, para ulama menggunakan berbagai model pembukuan untuk mengumpulkan dan menyusun hadis-hadis Nabi ﷺ. Setiap model memiliki pendekatan yang berbeda untuk memastikan keaslian dan pemahaman yang tepat terhadap hadis tersebut. Meskipun kita hanya familiar dengan beberapa kitab utama, sebenarnya ada banyak model lain yang memiliki ciri khas masing-masing.
Dalam dunia ilmu hadis, terdapat beragam model penulisan yang diadopsi oleh para ulama untuk menyusun karya-karya monumental mereka. Di antaranya adalah al-Muwattha’, al-Musnad, al-Juz’u, as-Sahih, al-Jami’, as-Sunan, al-Mustadrak, al-Mustakhraj, al-Majmu’ah, dan al-Syarh. Setiap model ini memiliki karakteristik dan pendekatan berbeda dalam menyusun hadis-hadis yang sahih dan dapat diterima.
Penulisan kitab hadis merupakan salah satu warisan penting dalam ilmu hadis yang memiliki berbagai model dan metode. Setiap model ini memiliki karakteristik dan pendekatan yang berbeda dalam menyusun dan mengkompilasi hadis-hadis Nabi Muhammad ﷺ. Di bawah ini, kita akan mengupas berbagai model penulisan kitab hadis yang sering kita temui, dengan penjelasan yang lebih mendalam tentang makna, istilah, dan contohnya.
1. Model Jawami’ atau Jami’
Model Jawami’ atau Jami’ (bahasa Arab: جامع) berasal dari kata jama’a yang berarti “mengumpulkan.” Kitab hadis dengan model ini mengumpulkan berbagai topik hadis dalam satu kitab secara lengkap. hadis-hadis yang dikumpulkan mencakup berbagai bab, mulai dari aqidah, fiqih, sejarah, hingga akhlak dan adab. Ciri khas dari model Jami’ adalah kedalaman dan keluasan cakupan, di mana berbagai aspek kehidupan Islam yang diatur melalui hadis Nabi ﷺ bisa ditemukan dalam satu kitab.
Contoh-contoh kitab dengan model Jami’:
- al-Jami’ as-Sahih karya Imam al-Bukhari (w. 256 H)
- al-Jami’ as-Sahih karya Imam Muslim (w. 261 H)
- Jami’ at-Tirmidzi karya Imam at-Tirmidzi (w. 279 H)
Ketiga kitab ini, selain dikenal dengan keotentikan hadis-hadisnya, juga menyajikan hadis dalam bentuk yang komprehensif, memuat berbagai topik yang mencakup seluruh aspek kehidupan umat Islam. hadis-hadis yang dikumpulkan dalam kitab-kitab ini tidak terbatas pada satu disiplin ilmu tertentu, melainkan merujuk pada banyak cabang ilmu dalam Islam.
2. Model Muwattha’at atau Muwattha’
Kata Muwattha’ berasal dari bahasa Arab yang berarti “yang dipermudah” atau “yang disusun dengan rapi.” Dalam konteks kitab hadis, model ini memiliki ciri khas penataan bab yang sistematis dan terstruktur berdasarkan disiplin ilmu fiqih. hadis-hadis yang tercatat dalam kitab ini terdiri dari berbagai jenis, termasuk hadis marfu’ (hadis yang sampai kepada Nabi ﷺ), mauquf (hadis yang berhenti pada sahabat), dan maqthu’ (hadis yang berhenti pada tabiin). Dengan demikian, kitab ini berisi tidak hanya hadis-hadis Nabi ﷺ, tetapi juga atsar (perkataan dan perbuatan) dari sahabat dan tabiin.
Contoh-contoh kitab dengan model Muwattha’:
- al-Muwattha‘ karya Imam Malik bin Anas (w. 179 H)
- al-Muwattha’ karya Imam Muhammad bin Abdurrahman (Ibnu Abi Dziab) (w. 158 H)
Selain itu, model Muwattha’ juga memiliki kesamaan dengan model Mushannaf, yang merujuk pada kitab-kitab yang mengumpulkan hadis serta atsar dari sahabat dan tabiin secara sistematis menurut bab fiqih. Contoh kitab dalam kategori ini adalah dan
- Mushannaf Abu Salamah Hammad bin Salamah (w. 167 H)
- Mushannaf Abdurrazaq (w. 211 H)
- Mushannaf Ibn Abi Syaibah (w. 235 H)
3. Model Musnad
Kitab dengan model Musnad memiliki ciri khas pengumpulan hadis berdasarkan perawi, yaitu sahabat yang meriwayatkan hadis tersebut. Dalam model ini, hadis dikumpulkan berdasarkan urutan nama sahabat yang meriwayatkannya, menjadikannya lebih terstruktur secara genealogis.
Contoh-contoh kitab dengan model Musnad :
- Musnad Imam Ahmad (w. 241 H)
- Musnad Abu Daud at-Thayalisi (w. 204 H)
- Musnad al-Syafi’i (w. 204 H)
- Musnad Abu Ya’la al-Mushili
- Musnad asy-Syihab al-Qadha’i
- Musnad asy-Syamiyin li al-Thabrani
- Musnad al-Thayalisi
- Musnad Abi Hanifah
- Musnad Abi Bakr (al-Marwaziy)
- Musnad al-Humaidiy
- Musnad Aisyah (Ibnu Abi Dawud)
- Musnad Abd bin Humaid
- Musnad Umar bin al-Khattab (Ibnu an-Najjaad)
- dan masih banyak lagi.
Beberapa kitab juga mengurutkan hadis berdasarkan abjad, urutan masuk Islam, atau bahkan suku dari masing-masing sahabat. Misalnya, Musnad Imam Ahmad dimulai dengan sahabat yang dijamin masuk surga, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan seterusnya. Pendekatan ini memudahkan para pembaca untuk mengetahui dengan lebih jelas sumber dan kredibilitas setiap hadis.
4. Model Sunan
Kata Sunan adalah bentuk jamak dari kata Sunnah, yang berarti “jalan” atau “tradisi.” Kitab hadis yang termasuk dalam model Sunan menyusun hadis-hadis yang terkait dengan bab-bab fiqih tertentu, seperti ibadah, muamalah, dan lain-lain. Dalam model ini, hanya hadis-hadis marfu’ yang tercatat, berbeda dengan model Muwattha’ yang juga mencatat atsar dari sahabat dan tabiin.
Contoh-contoh kitab dengan model Sunan:
- Sunan Abu Dawud (w. 275 H)
- Sunan Ibn Majah (w. 273 H)
- Sunan an-Nasai (w. 303 H)
- Sunan al-Darimi (w. 255 H)
- Sunan al-Daruqutni (w. 385 H)
- Sunan al-Baihaqi (w. 458)
- dan lain-lain
Kitab-kitab Sunan ini mengutamakan pengumpulan hadis-hadis yang lebih banyak digunakan dalam praktik hukum fiqih, menjadikannya sangat penting dalam konteks kajian fiqih dan hukum Islam.
5. Model Shihah
Kata Shihah berasal dari kata Shahih yang berarti “benar” atau “otentik.” Oleh karena itu, kitab-kitab dengan model Shihah hanya mencatat hadis-hadis yang shahih (otentik), atau paling tidak hadis-hadis yang dianggap memenuhi kriteria keabsahan menurut pengumpul kitab tersebut. Hadis-hadis yang tercatat dalam model ini telah melalui proses seleksi yang ketat untuk memastikan kualitas dan keotentikannya.
Contoh-contoh kitab dengan model Shihah:
- Shahih al-Bukhari (w. 256 H)
- Shahih Muslim (w. 261 H)
- Shahih Ibnu Hibban (w. 254 H)
- Shahih Ibn Huzaimah(w. 311 H)
Kitab-kitab ini dikenal sangat ketat dalam memverifikasi keabsahan hadis, sehingga menjadi rujukan utama dalam dunia hadis dan fiqih.
6. Model Maudhu’
Ada juga kitab yang mengkhususkan diri dalam mengumpulkan hadis-hadis maudhu’ atau yang dianggap palsu. Kitab al-Maudhu’at karya Ibnu al-Jauzi (w. 597 H) adalah salah satu contoh karya yang mengoleksi hadis-hadis yang dinyatakan lemah atau palsu menurut kriteria ilmiah tertentu. Penulisan kitab semacam ini sangat penting untuk menanggulangi penyebaran hadis palsu yang dapat merusak pemahaman agama.
7. Model Mustadrak
Dalam dunia penulisan kitab hadis, istilah Mustadrak merujuk pada karya-karya yang menyajikan hadis-hadis tambahan yang tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadis besar seperti Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, tetapi dianggap memenuhi syarat keabsahan yang sama. Mustadrak secara harfiah berarti “yang ditambahkan” atau “yang dilengkapi.” Oleh karena itu, kitab hadis yang diberi label Mustadrak biasanya berfungsi sebagai tambahan atau pelengkap bagi kitab-kitab hadis yang sudah ada sebelumnya, dengan fokus pada hadis-hadis yang mungkin terlewat atau tidak dicantumkan dalam karya-karya utama.
Baca Juga: Tidak Cukup Hanya Kutub at-Tis’ah: Mengenal Beragam Kitab Hadis yang Penting
Penulis kitab Mustadrak akan berusaha menunjukkan bahwa hadis-hadis yang ditambahkan ini memenuhi syarat-syarat yang ketat untuk diterima dalam literatur hadis, misalnya, syarat-syarat kualitas sanad dan matan yang sesuai dengan standar kitab-kitab Shahih seperti yang diterapkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Contoh kitab hadis dengan model Mustadrak:
- al-Ilzamat ‘ala as-Sahihain al-Bukhari wa Muslim karya al-Daruqutni (w. 385 H)
- al-Mustadrak ‘ala Sahihain karya al-Hakim (w. 405 H) adalah di antara yang paling terkenal.
8. Mustakhraj
Di sisi lain, Mustakhraj adalah istilah yang merujuk pada kitab hadis yang menulis kembali hadis-hadis yang sudah ada dalam kitab hadis lain, namun dengan sanad yang berbeda. Berbeda dengan Mustadrak, yang fokus pada penambahan hadis-hadis yang terlewat, Mustakhraj lebih kepada penulisan ulang hadis yang telah tercatat, tetapi dengan mengganti sanad atau jalur periwayatan yang digunakan.
Tujuan dari penyusunan Mustakhraj adalah untuk memberikan berbagai varian sanad pada hadis yang sama, yang memungkinkan para ulama untuk melihat dan menganalisis perbedaan jalur periwayatan dan keabsahannya. Dengan demikian, Mustakhraj berfungsi sebagai cara untuk memvalidasi keakuratan hadis yang sama dari berbagai perspektif periwayatan. Meskipun matannya tetap sama, perubahan pada sanad memungkinkan para ahli hadis untuk melakukan evaluasi terhadap perawi-perawi yang ada dalam jalur tersebut.
Di antara kitab yang disusun dengan konsep Mustakhraj:
- al-Mustakhraj ‘ala al-Bukhari karya Abu Bakar al-Isma’ili
- al-Mustakhraj ‘ala al-Bukhari karya al-Gitrifi
- al-Mustakhraj ‘ala al-Bukhari karya Ibnu Abi Zuhal
- al-Mustakhraj ala Shahih Muslim karya Abu Naim al-Ashbahani
- al-Mustakhraj ‘ala Muslim karya Abu ‘Awanah.
- dan lain-lain.
Penyusunan kitab Mustakhraj seperti ini memberikan manfaat besar dalam memahami jaringan sanad dan perbedaan dalam penuturan hadis. Para perawi yang tercatat dalam sanad yang berbeda bisa dibandingkan kualitasnya, sehingga kita bisa memahami apakah perbedaan jalur periwayatan memberikan dampak terhadap kekuatan hadis tersebut. Dengan kata lain, Mustakhraj membuka kesempatan bagi peneliti untuk mengeksplorasi lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan dalam validitas sebuah hadis berdasarkan jalur yang berbeda.
9. al-Juz’u
al-Juz’u adalah kitab yang disusun dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang mempunyai tema sama dengan konsep yang sangat sederhana, atau kitab-kitab yang sebenarnya tidak dituis secara khusus sebagai kitab hadis. Misalnya,
- al-Jihad dan al-Zuhd karya Ibnu al-Mubakrak (w. 179 H)
- Fadha’il al-Qur’an karya al-Syafi’i (w. 204 H)
- Tafsir al-Thabari dan Tarikh al-Thabari karya Thabari (w. 310 H)
- dan lain-lain.
Hadis-hadis yang terdapat dalam kitab al-Juz’u, seluruhnya diriwayatkan oleh penulisnya bersambung kepada nabi tanpa menukil dari karya orang lain. Sehingga, kitab-kitab itu pun layak disebut sebagai referensi induk hadis.
10. al-Syarh (Penjelasan atau Tafsiran Hadis)
Model al-Syarh dalam pembukuan kitab hadis merujuk pada karya-karya yang tidak hanya mencatat hadis-hadis, tetapi juga memberikan penjelasan mendalam terkait makna, konteks, dan aplikasi hadis-hadis tersebut. Al-Syarh, dalam arti harfiah, berarti “penjelasan” atau “komentar”, yang dalam hal ini berfungsi untuk menjelaskan konteks dan kedalaman dari setiap hadis, terutama bagi mereka yang mungkin tidak memiliki pemahaman yang cukup terhadap bahasa atau konteks sosial budaya pada masa Nabi ﷺ.
Kitab-kitab dengan model al-Syarh sering kali ditulis oleh para ulama besar yang memiliki kedalaman ilmu dalam bidang hadis, fiqih, dan tafsir. Penulisan ini bertujuan untuk mempermudah pemahaman terhadap teks hadis yang terkadang memerlukan interpretasi tambahan untuk menjelaskan maknanya dalam konteks zaman modern. Selain itu, syarh juga berfungsi untuk menjawab berbagai permasalahan yang mungkin timbul akibat pemahaman yang salah atau keliru terhadap suatu hadis.
Beberapa contoh kitab dengan model al-Syarh adalah:
- Fath al-Bari oleh Imam Ibn Hajar al-Asqalani (w. 852 H) adalah salah satu syarh paling terkenal untuk Shahih al-Bukhari. Dalam karya monumental ini, Imam Ibn Hajar memberikan penjelasan rinci tentang sanad, matan, serta konteks sosial dan historis dari hadis-hadis yang ada dalam Shahih Bukhari. Fath al-Bari menjadi rujukan utama bagi banyak ulama dalam memahami Shahih Bukhari.
- Al-Minhaj oleh Imam al-Nawawi (w. 676 H) adalah syarh yang sangat populer untuk Shahih Muslim. Imam al-Nawawi memberikan penjelasan yang mendalam terkait makna hadis, menanggapi masalah-masalah yang muncul, serta mengaitkan hadis dengan hukum fiqih dan akhlak.
- Dan masih banyak lagi.
Kitab-kitab dengan model al-Syarh berperan sangat penting dalam memberikan penjelasan yang sistematis dan komprehensif terhadap hadis-hadis Nabi ﷺ, sehingga dapat dipahami dengan benar dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Pentingnya Memahami Jenis-Jenis Kitab hadis
Mengetahui berbagai jenis kitab hadis dan metodenya sangat krusial bagi pengkaji ilmu hadis. Setiap metode memiliki ciri khas yang membantu dalam memahami isi dan aplikasi dari hadis-hadis tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Kitab-kitab ini berfungsi tidak hanya sebagai referensi ilmiah tetapi juga sebagai panduan praktis bagi umat Islam dalam beribadah dan berinteraksi dengan sesama.
Akhir kata
Setiap model penulisan kitab hadis memiliki karakteristik dan tujuan tertentu, baik dalam hal pengumpulan, penyusunan, maupun penyajian hadis. Melalui pemahaman yang lebih mendalam tentang model-model ini, kita dapat lebih menghargai warisan ilmiah yang telah diberikan oleh para ulama terdahulu dalam memelihara dan menyebarkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ. Semoga tulisan ini memberikan pencerahan dan cakrawala baribagi kita dalam memahami perjalanan panjang ilmu hadis, penulisannya, dan pembukuannya.
Wallahu a’lam bisshawab.
One Comment