Al-Mazid fi Muttasil al-Asanid: Kesalahan Tambahan Perawi dalam Sanad Hadis

Ulumulhadis.id – Ilmu hadis merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting dalam Islam karena berfungsi untuk menjaga keaslian ajaran yang berasal dari Nabi Muhammad ﷺ. Salah satu kajian dalam ilmu hadis adalah ilmu mukhtalif al-hadis dan ‘ilal al-hadis, yang mencakup analisis perbedaan riwayat dan kritik terhadap sanad. Dalam hal ini, terdapat konsep al-mazid fi muttasil al-asanid (المزيد في متصل الأسانيد), yaitu penambahan perawi dalam rantai sanad yang bertentangan dengan riwayat lain yang lebih kuat tanpa tambahan tersebut. Pemahaman terhadap konsep ini penting dalam menentukan keabsahan suatu hadis dan menjelaskan sebab-sebab perbedaan dalam periwayatan.

Definisi Al-Mazid fi Muttasil al-Asanid

Menurut Imam Ibn al-Salah dalam ‘Ulum al-Hadis, al-mazid fi muttasil al-asanid adalah kasus di mana seorang perawi menambahkan nama seorang perawi dalam sanad, sedangkan riwayat yang lebih kuat tidak menyebutkannya. Jika sanad tanpa tambahan itu lebih kuat dan tetap bersambung, maka tambahan itu dianggap sebagai kekeliruan.

Imam Ibnu Katsir dalam Ikhtisar Ulum al-Hadis menyebutkan bahwa konsep ini terjadi ketika ada tambahan perawi dalam sanad yang tidak disebutkan oleh perawi lain yang lebih kuat dan lebih terpercaya. Jika tambahan ini terbukti sebagai kekeliruan, maka riwayat yang lebih pendek dianggap lebih sahih. Sedangkan al-Hafiz Ibn Hajar dalam Nuzhat al-Nazar menegaskan bahwa tambahan dalam sanad hanya dapat dianggap sebagai kesalahan jika perawi yang tidak menyebutkan tambahan itu lebih kuat dan memiliki daya ingat yang lebih baik dibandingkan perawi yang menyebutkannya.

Contoh Kasus dalam Hadis

Kasus Tambahan Perawi dalam Sanad

Salah satu contoh al-mazid fi muttasil al-asanid adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin al-Mubarak:

Sanad yang mengandung tambahan:
Abdullah bin al-Mubarak → Sufyan → Abdul Rahman bin Yazid bin Jabir → Busr bin Ubaidullah → Abu Idris → Wathilah bin al-Asqa’ → Abu Marthad al-Ghanawi → Nabi Muhammad ﷺ.

Sanad yang lebih kuat:
Abdullah bin al-Mubarak → Abdul Rahman bin Yazid bin Jabir → Busr bin Ubaidullah → Wathilah bin al-Asqa’.

Dalam riwayat pertama, terdapat tambahan perawi yaitu “Sufyan” dan “Abu Idris.” Mayoritas perawi tsiqah tidak menyebutkan dua nama ini, sehingga tambahan ini dianggap sebagai kekeliruan dalam periwayatan.

Imam Abu Hatim al-Razi menyebut bahwa Ibn al-Mubarak salah dalam meriwayatkan tambahan tersebut karena sering kali Busr bin Ubaidullah meriwayatkan dari Abu Idris. Ibn al-Mubarak mengira bahwa hadis ini juga melalui Abu Idris, padahal sebenarnya tidak. Imam Ahmad bin Hanbal dan para ahli hadis lainnya menegaskan bahwa sanad yang benar adalah tanpa tambahan “Abu Idris.”

Analisis Kesalahan dalam Tambahan Sanad

Kesalahan dalam tambahan perawi dapat terjadi karena beberapa faktor, di antaranya:

  1. Tashif atau Kesalahan Penulisan: Seorang perawi bisa salah dalam menuliskan nama seorang perawi tambahan dalam sanad.
  2. Tadlis dalam Riwayat: Perawi yang memiliki kecenderungan melakukan tadlis (menyembunyikan perawi sebenarnya) bisa saja menyebabkan tambahan dalam sanad.
  3. Kesalahan dalam Penghafalan: Perawi yang tidak memiliki hafalan kuat bisa saja mencampurkan sanad yang berbeda dalam satu riwayat.
  4. Kesalahan dalam Pencatatan oleh Murid: Murid yang menyalin dari guru bisa saja salah dalam menulis tambahan yang sebenarnya tidak ada dalam riwayat asli.

Kriteria Menentukan Kesalahan Tambahan dalam Sanad

Untuk menentukan apakah suatu tambahan dalam sanad merupakan kesalahan atau bukan, para ulama hadis menetapkan beberapa kriteria:

  1. Jika sanad tanpa tambahan lebih kuat, maka tambahan dianggap sebagai kekeliruan (al-mazid fi muttasil al-asanid).
  2. Jika sanad dengan tambahan lebih kuat, maka sanad yang lebih pendek bisa jadi masuk dalam kategori mursal khafi (hadis yang sanadnya terputus secara tersembunyi).
  3. Jika kedua sanad sama-sama kuat, bisa jadi perawi mendengar dari dua jalur berbeda, yang membuat perbedaan dalam riwayat.
  4. Jika tidak ada kepastian, maka harus dilakukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan komentar para ulama hadis.

Hubungan dengan Hadis Syadz

Kajian mengenai tambahan dalam sanad ini berkaitan erat dengan konsep hadis syadz (hadis yang bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat). Namun, al-mazid fi muttasil al-asanid lebih spesifik karena hanya berkaitan dengan sanad, sedangkan syadz bisa mencakup perbedaan dalam sanad maupun matan (isi hadis). Dengan demikian, setiap tambahan dalam sanad harus dikaji secara teliti agar tidak terjebak dalam kekeliruan periwayatan.

Akhir Kalam

Al-mazid fi muttasil al-asanid adalah salah satu bentuk kritik sanad yang berfokus pada penambahan perawi yang tidak terdapat dalam riwayat yang lebih kuat. Dengan memahami konsep ini, para ulama hadis dapat menentukan keabsahan sebuah hadis serta membedakan mana riwayat yang lebih valid. Dalam praktiknya, ilmu ini menuntut ketelitian dalam membandingkan berbagai jalur sanad dan memastikan bahwa hadis yang sampai kepada kita benar-benar sahih dan tidak mengandung kesalahan periwayatan. Oleh karena itu, kajian ini sangat penting dalam menjaga kemurnian hadis Nabi Muhammad ﷺ.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *