Hadis Matruk: Definisi, Kriteria, dan Contohnya

Ulumulhadis.id – Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an. Namun, tidak semua hadis dapat dijadikan dasar hukum karena adanya perbedaan kualitas dalam periwayatannya. Hadis terbagi menjadi beberapa kategori berdasarkan tingkat keautentikannya, salah satunya adalah Hadis Matruk. Hadis ini termasuk dalam kategori hadis dhaif (lemah) karena kelemahan yang sangat parah dalam sanadnya.

Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai Hadis Matruk, meliputi definisi, kriteria, penyebab keterlantarannya, serta contoh-contoh hadis yang dikategorikan sebagai Hadis Matruk.

Definisi Hadis Matruk

Secara bahasa, kata matruk (مَتْرُوك) berasal dari bahasa Arab yang berarti “ditinggalkan” atau “dibuang.” Dalam terminologi ilmu hadis, Hadis Matruk adalah hadis yang ditinggalkan atau tidak dijadikan hujjah karena dalam sanadnya terdapat seorang perawi yang tertuduh sebagai pendusta atau sering melakukan kesalahan dalam periwayatan hadis.

Para ulama hadis menyatakan bahwa Hadis Matruk adalah hadis yang perawinya dituduh berdusta dalam meriwayatkan hadis, meskipun tidak ada bukti konkret bahwa ia benar-benar berbohong atas nama Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, hadis yang termasuk kategori ini tidak dapat diterima sebagai dalil dalam hukum Islam.

Kriteria Hadis Matruk

Hadis Matruk memiliki beberapa kriteria utama yang menyebabkan hadis tersebut ditinggalkan oleh para ulama hadis:

  1. Perawinya dituduh berdusta: Jika seorang perawi dikenal sebagai pendusta atau memiliki reputasi buruk dalam periwayatan hadis, maka hadis yang diriwayatkannya dianggap Matruk.
  2. Perawi memiliki kelemahan yang sangat parah dalam hafalan dan periwayatan: Hadis Matruk juga bisa berasal dari perawi yang sangat lemah hafalannya, sering melakukan kesalahan, atau mencampuradukkan riwayat dengan tambahan atau pengurangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Hadis yang diriwayatkan hanya bersumber dari satu perawi yang lemah: Jika hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh satu orang yang lemah dan tidak ada pendukung dari jalur sanad lain yang lebih kuat, maka hadis tersebut dianggap Matruk.
  4. Bertentangan dengan hadis sahih atau dalil yang lebih kuat: Hadis Matruk sering kali bertentangan dengan hadis yang lebih sahih atau bertentangan dengan prinsip umum dalam syariat Islam. Oleh karena itu, hadis ini tidak bisa dijadikan dasar hukum.

Penyebab Keterlantarannya

Hadis Matruk ditinggalkan oleh para ulama hadis karena beberapa alasan utama:

  1. Keamanan dalam menjaga hadis Nabi ﷺ: Para ulama hadis sangat berhati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadis. Jika ada hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah atau tertuduh berdusta, maka hadis tersebut ditinggalkan demi menjaga kemurnian hadis-hadis Nabi.
  2. Menghindari penyelewengan dalam syariat: Jika hadis Matruk dibiarkan beredar luas tanpa adanya peringatan, maka dapat terjadi penyimpangan dalam ajaran Islam, karena hadis tersebut bisa digunakan sebagai dasar hukum yang tidak valid.
  3. Menjaga kredibilitas ilmu hadis: Ilmu hadis memiliki metodologi ketat dalam menentukan keautentikan sebuah riwayat. Dengan menolak hadis Matruk, para ulama menjaga kredibilitas ilmu hadis agar hanya hadis yang sahih yang dijadikan pegangan.

Contoh Hadis Matruk

Salah satu contoh Hadis Matruk adalah riwayat yang diriwayatkan oleh at-Thabrani dalam al-Mu‘jam al-Awsath:

“Sesungguhnya di Surga terdapat pintu yang disebut ad-Dhuha. Pada hari kiamat akan ada yang berseru: Manakah orang-orang yang terus menerus melakukan sholat Dhuha? Ini adalah pintu kalian. Masuklah dengan rahmat Allah.”

Hadis ini memiliki sanad yang lemah karena di dalamnya terdapat perawi bernama Sulaiman bin Dawud al-Yamami, yang menurut al-Haytsami dan Syaikh al-Albani dinilai sebagai matruk (ditinggalkan). Oleh karena itu, hadis ini tidak dapat dijadikan dasar hukum.

Sikap Ulama terhadap Hadis Matruk

Mayoritas ulama sepakat bahwa Hadis Matruk tidak dapat dijadikan sebagai hujjah dalam hukum Islam, baik dalam masalah akidah, ibadah, maupun muamalah. Namun, ada beberapa ulama yang memperbolehkan penggunaan hadis Matruk dalam konteks fadhail al-a‘mal (keutamaan amal), tetapi dengan syarat:

  1. Hadis tersebut tidak bertentangan dengan hadis sahih.
  2. Tidak digunakan untuk menetapkan hukum syariat.
  3. Diyakini bahwa hadis tersebut tidak berasal dari Nabi ﷺ secara pasti.

Sebagai contoh, Imam Ahmad bin Hanbal dan sebagian ulama membolehkan penggunaan hadis lemah dalam konteks keutamaan amal, selama tidak digunakan dalam menetapkan hukum.

Akhir Kalam

Hadis Matruk adalah hadis yang dalam sanadnya terdapat perawi yang tertuduh berdusta atau sangat lemah dalam periwayatan. Hadis ini termasuk dalam kategori hadis dhaif yang tidak bisa dijadikan dasar hukum dalam Islam. Para ulama hadis menolak hadis Matruk demi menjaga keautentikan hadis-hadis Nabi ﷺ dan menghindari penyimpangan dalam syariat Islam. Namun, dalam konteks fadhail al-a‘mal, beberapa ulama memperbolehkan penggunaannya dengan syarat tertentu.

Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi kita semua. Allahu a‘lam.

Referensi

  1. Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna‘ al-Qatthan
  2. Ta‘rif Hadits Matruk, Syaikh Muhammad Thaha Sya‘ban
  3. Silsilah al-Ahadits ad-Dhaifah wal Maudhu‘ah, Syaikh al-Albani
  4. Majma‘ az-Zawa‘id, al-Haytsami

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *