Hadis Musahhaf: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Hadis merupakan sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur’an. Namun, dalam periwayatannya, hadis tidak selalu sampai kepada generasi berikutnya dalam bentuk yang sempurna. Terkadang, terjadi kesalahan dalam penulisan atau pengucapan yang dapat mengubah makna hadis. Salah satu bentuk kesalahan tersebut adalah hadis musahhaf. Dalam kajian ilmu hadis, hadis musahhaf menjadi salah satu topik penting karena berkaitan dengan keakuratan dan keabsahan hadis yang diriwayatkan oleh para perawi.

Pengertian Hadis Musahhaf

Secara bahasa, hadis musahhaf merupakan isim al-maf’ul dari kata: صحف – يصحف – تصحيف – مصحف  yang berarti salah membaca, mengeja atau mengucapkan. Sedangkan secara istilah, Ibn Hajar mendefinisikannya dengan: “Perubahan kata karena perubahan titik dalam suatu hadis, walaupun tidak merubah tulisan kata tersebut.” Definisi ini lebih sesuai agar bisa dibedakan antara musahhaf dengan muharraf. Penjelasannya adalah bahwa seorang periwayat membaca suatu kata dengan merubah titiknya sehingga terbaca secara salah dan merubah maknanya. Hal ini diketahui berdasarkan riwayat periwayat-periwayat lain yang siqah.

Dalam konteks hadis, hadis musahhaf mudahnya dapat dipahami sebagai hadis yang mengalami perubahan dalam lafaz atau tulisannya, tetapi perubahan tersebut tidak sampai mengubah makna hadis secara mendasar. Hadis musahhaf biasanya terjadi karena kesalahan dalam membaca atau menyalin teks hadis, baik disengaja maupun tidak disengaja. Kesalahan ini bisa berupa perubahan huruf dalam sebuah kata, sehingga makna kata tersebut berubah.

Penyebab Terjadinya Hadis Musahhaf

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hadis musahhaf antara lain:

  1. Kesalahan dalam Membaca Manuskrip
    Sebelum berkembangnya teknologi cetak, hadis ditulis dalam manuskrip yang sering kali tidak memiliki tanda baca atau harakat. Hal ini menyebabkan kemungkinan kesalahan dalam membaca teks yang sangat tinggi. Misalnya, perbedaan antara kata “حرير” (harir, yang berarti sutra) dan “جرير” (Jarir, nama seseorang) bisa terjadi jika penyalin tidak teliti.
  2. Kemiripan Bentuk Huruf dalam Bahasa Arab
    Dalam tulisan Arab tanpa harakat dan titik, banyak huruf yang memiliki bentuk serupa, seperti ب (ba), ت (ta), ث (tsa), ي (ya) dan sebagainya. Kesalahan dalam menuliskan atau membaca huruf-huruf ini dapat menyebabkan perubahan makna dalam hadis.
  3. Kelemahan dalam Hafalan
    Para perawi hadis yang mengandalkan hafalan berisiko melakukan kesalahan kecil dalam penyebutan kata-kata tertentu. Jika seorang perawi memiliki hafalan yang lemah, ia bisa saja salah dalam mengingat suatu kata yang kemudian berakibat pada tashif (distorsi) dalam hadis yang ia riwayatkan.
  4. Kelemahan dalam Menulis dan Menyalin Hadis
    Proses penyalinan hadis dari satu manuskrip ke manuskrip lainnya dapat menjadi sumber kesalahan. Penyalin yang tidak teliti atau memiliki tulisan yang sulit dibaca dapat menyebabkan terjadinya kesalahan dalam teks hadis.
  5. Gangguan Visual dan Akustik
    Perawi yang mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran juga berpotensi melakukan kesalahan dalam meriwayatkan hadis. Jika seorang murid mendengar kata yang mirip tetapi memiliki makna berbeda, ia bisa saja salah dalam menuliskan atau mengucapkan hadis tersebut.

Klasifikasi Hadis Musahhaf

Terdapat beberapa klasifikasi hadis musahhaf.

1. Berdasarkan Tempatnya

Dibagi menjadi dua:

  • Tashif pada sanad
    Contoh: Imam Syafi’i menyebut bahwa Imam Malik telah melakukan tashif dalam beberapa nama perawi:
    • “‘Umar bin ‘Utsman” seharusnya “‘Amr bin ‘Utsman”
      • “Jabir bin ‘Atik” seharusnya “Jabr bin ‘Atik”
      • “‘Abd al-‘Aziz bin Qurair” seharusnya “‘Abd al-Malik bin Qarib” (Ma‘rifat ‘Ulum al-Hadith, 150)
  • Tashif pada matan
    Contoh: Dalam hadis tentang keutamaan shalat berjamaah:

“صلاة الجماعة أفضل من صلاة الفذ بسبع وعشرين درجة” (Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak 27 derajat.)

Dalam beberapa manuskrip hadis, angka 27 tertulis sebagai 17 karena kesalahan dalam penyalinan angka Arab, yang memiliki bentuk mirip.

2.       Berdasarkan Sebabnya

Dibagi menjadi dua:

  • Tashif al-Bashar (kesalahan karena penglihatan) Kesalahan seorang periwayat dalam melihat tulisan. Hal ini bisa terjadi karena kemiripan karakter huruf.

Contoh: Kata “حرير” (harir, yang berarti sutra) tertulis sebagai “جرير” (Jarir, nama seseorang). Jika kesalahan ini tidak diperbaiki, bisa menyebabkan pemahaman hadis yang keliru.

Contoh lain: Ibn Ma‘in membaca “al-‘Awām bin Marājim” dengan huruf “ر” dan “ج” menjadi “Mazāḥim” dengan huruf “ز” dan “ح”. (Tadrib al-Rawi, 2/648)

  • Tashif al-Sima’ (kesalahan karena pendengaran) Kesalahan periwayat ketika mendengar suatu kata yang memiliki kemiripan bunyi, sehingga membuatnya salah menangkap kata yang diucapkan.

Contoh: Kata “السَفَرُ” (as-safar, yang berarti perjalanan) bisa terbaca sebagai “السِّفْرُ” (as-sifr, yang berarti kitab), yang tentu akan mengubah pemahaman hadis tersebut.

3.       Berdasarkan Redaksi dan Maknanya

Dibagi menjadi dua:

  • Tashif pada lafal (redaksi) Merupakan bentuk tashif yang paling banyak terjadi seperti pada contoh-contoh yang telah disebutkan di atas.
  • Tashif pada makna Kesalahan periwayat dalam membaca kata dan memahami makna.

Contoh: Dalam sebuah hadis, kata “أمة” (ummah, yang berarti umat) bisa tertulis atau terbaca sebagai “أئمة” (a’immah, yang berarti para imam). Kesalahan ini dapat mengubah konteks hadis secara keseluruhan.

Dampak dan Cara Mengatasi Hadis Musahhaf

Hadis musahhaf dapat berdampak pada pemahaman dan penerapan ajaran Islam. Oleh karena itu, penting bagi para ulama dan peneliti hadis untuk mengidentifikasi serta mengoreksi hadis-hadis yang mengalami tashif. Berikut adalah beberapa cara untuk mengatasi hadis musahhaf:

  1. Meneliti Manuskrip Hadis yang Berbeda
    Dengan membandingkan berbagai manuskrip hadis dari berbagai sumber, para ahli dapat mengidentifikasi kesalahan dan menemukan versi yang lebih akurat.
  2. Merujuk kepada Sanad yang Lebih Shahih
    Dengan menganalisis sanad (rantai perawi) hadis, para ulama dapat meneliti perawi mana yang lebih dipercaya dan hadis mana yang lebih akurat.
  3. Menggunakan Ilmu Tajwid dan Qira’at
    Dalam beberapa kasus, ilmu tajwid dan variasi qira’at dapat membantu mengidentifikasi kesalahan dalam lafaz hadis yang mengalami tashif.
  4. Mempelajari Konteks dan Makna Hadis
    Dengan memahami konteks di mana hadis tersebut diucapkan, para ulama dapat lebih mudah membedakan mana hadis yang mengalami tashif dan mana yang tidak.

Akhir Kalam

Hadis musahhaf adalah fenomena dalam periwayatan hadis yang terjadi akibat kesalahan dalam tulisan atau pengucapan, yang meskipun tidak mengubah makna secara mendasar, tetap perlu diperhatikan demi menjaga keakuratan hadis. Kesalahan ini bisa muncul karena berbagai faktor seperti keterbatasan manuskrip, kemiripan huruf, atau kekeliruan dalam hafalan.

Oleh karena itu, para ulama terus berupaya meneliti dan membandingkan riwayat-riwayat hadis untuk memastikan kemurnian ajaran Islam tetap terjaga. Dengan pemahaman yang lebih baik mengenai hadis musahhaf, kita semakin menyadari pentingnya ketelitian dalam mempelajari dan mengamalkan hadis, agar ajaran Islam yang kita terima senantiasa bersumber dari riwayat yang paling dapat dipercaya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *