Riya’ dan Sum’ah: Penyakit Hati Para Da’i Modern

Di zaman yang serba cepat ini, kita sering kali mendapati bahwa penyebaran agama Islam, baik melalui ceramah, pengajian, maupun media sosial, dilakukan oleh banyak orang, termasuk mereka yang menyandang gelar da’i. Da’i, yang pada hakikatnya adalah seorang penyebar ajaran agama, memiliki tugas yang mulia untuk membawa umat ke jalan yang benar. Namun, di balik tugas yang mulia ini, terdapat potensi besar bagi seseorang untuk jatuh dalam godaan duniawi yang dapat merusak niat dan tujuan dakwah itu sendiri. Dua penyakit yang kerap menghantui da’i jaman sekarang adalah riya’ (pamrih ingin dipuji) dan sum’ah (mengejar popularitas).

Padahal, keikhlasan adalah ruh dari setiap amal ibadah, termasuk dakwah. Allah Subhanahu wata’ala telah memperingatkan dalam Al-Qur’an:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5). Ayat ini menjadi pondasi utama yang harus dipegang setiap da’i dalam menjalankan tugas mulianya.

Mengenal Wajah Ganda Riya’ dan Sum’ah

Riya’ dan sum’ah bagai dua sisi mata uang yang sama. Riya’ adalah ketika seseorang beramal karena ingin dilihat dan dipuji orang lain. Sementara sum’ah lebih spesifik lagi, yaitu memperdengarkan amal baiknya agar dikenal banyak orang. Kedua penyakit ini berakar dari hati yang belum benar-benar ikhlas.

Di era media sosial seperti sekarang, godaan riya’ dan sum’ah semakin besar. Seorang da’i mungkin tanpa sadar mulai memikirkan jumlah like dan share ketika membuat konten dakwah. Atau merasa bangga ketika jumlah pengikutnya bertambah, padahal seharusnya yang diutamakan adalah bagaimana dakwahnya bisa menyentuh hati dan menambah iman.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengingatkan dalam sebuah hadits yang sangat menggetarkan hati:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الأَصْغَرُ، قَالُوا: وَمَا الشِّرْكُ الأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: الرِّيَاءُ

“Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan menimpa kalian adalah syirik kecil.” Ketika para sahabat bertanya apa itu syirik kecil, beliau menjawab: “Riya’.” (HR. Ahmad). Bayangkan, riya’ disamakan dengan syirik kecil oleh Rasulullah, menunjukkan betapa berbahayanya penyakit ini.

Dakwah yang Berubah Menjadi Pertunjukan

Dalam praktiknya, riya’ dan sum’ah telah mengubah wajah dakwah menjadi semacam pertunjukan. Ada da’i yang lebih memilih tema-tema populer yang sedang viral dibandingkan tema penting yang memang dibutuhkan umat. Ada yang sengaja menggunakan gaya bicara dramatis hanya untuk mendapatkan perhatian. Bahkan tak jarang kita lihat da’i yang lebih fokus pada penampilan luar daripada kedalaman ilmu.

Padahal, hakikat dakwah sejati adalah menyampaikan kebenaran dengan cara yang baik, tanpa memikirkan apakah akan dipuji atau tidak. Seorang da’i sejati akan tetap berdakwah meskipun tak ada yang mendengar, karena yang dituju adalah ridha Allah, bukan pujian manusia.

Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 110). Ayat ini menjadi tamparan keras bagi kita yang mungkin tanpa sadar telah mencampuradukkan niat dakwah dengan keinginan duniawi.

Media Sosial: Pisau Bermata Dua bagi Da’i

Tak bisa dipungkiri, media sosial telah menjadi medan dakwah baru di zaman sekarang. Namun, ia juga menjadi ujian besar bagi keikhlasan seorang da’i. Betapa banyak konten dakwah yang dibuat bukan lagi untuk menyampaikan kebenaran, tetapi untuk mengejar popularitas semata.

Seorang da’i mungkin mulai sering mengecek jumlah like dan komentar pujian. Atau merasa sedih ketika kontennya tidak viral seperti yang lain. Bahkan ada yang sengaja membuat konten kontroversial hanya untuk menarik perhatian. Inilah sum’ah dalam bentuk modernnya.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda:

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللَّهُ بِهِ، وَمَنْ يُرَائِي يُرَائِي اللَّهُ بِهِ

“Barangsiapa yang memperdengarkan amalnya (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkan aibnya. Dan barangsiapa yang beramal karena riya’, maka Allah akan mempermalukannya.” (HR. Bukhari & Muslim). Hadits ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi kita semua.

Menyelamatkan Dakwah dari Virus Riya’ dan Sum’ah

Lalu, bagaimana cara melindungi diri dari penyakit berbahaya ini? Pertama dan paling utama adalah dengan terus-menerus memurnikan niat. Sebelum berdakwah, ingatkan diri sendiri bahwa ini dilakukan semata-mata karena Allah. Bukan untuk disebut sebagai ustadz terkenal, bukan untuk dapat banyak jamaah, apalagi untuk mendapatkan keuntungan materi.

Kedua, perlu adanya muhasabah (introspeksi) secara rutin. Tanyakan pada diri sendiri: “Jika tak ada yang memuji dakwahku, apakah aku akan tetap melakukannya?” atau “Jika harus berdakwah di tempat terpencil tanpa ada yang melihat, apakah aku masih bersemangat?”

Ketiga, banyak berdoa memohon perlindungan dari riya’. Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dalam keadaan aku tahu, dan aku memohon ampun atas apa yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad)

Menjadi Da’i yang Tulus di Zaman Penuh Godaan

Menjadi da’i yang tulus di zaman sekarang memang tidak mudah. Godaan untuk terkenal dan dipuji datang dari berbagai penjuru. Tapi justru di sinilah nilai keikhlasan kita diuji. Seorang da’i sejati akan tetap berdakwah meski dalam kesunyian, karena yang ditujunya adalah wajah Allah, bukan tepuk tangan manusia.

Mari kita tutup dengan merenungkan firman Allah:

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ

“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” (QS. Az-Zumar: 2). Semoga kita semua bisa menjadi da’i yang ikhlas, yang dakwahnya membawa berkah bagi diri sendiri dan umat. Bukan da’i yang justru terjebak dalam jerat riya’ dan sum’ah yang menghancurkan amal.

Aamiin Allahumma Aamiinn..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *