أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?”
(QS. Al-‘Ankabūt: 2)
Hijrah bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan gerbang awal menuju medan perjuangan yang lebih berat. Tak sedikit orang yang setelah memutuskan berhijrah, mengenakan jilbab, memperbaiki shalat, menghindari riba, menjaga lisan dan pandangan, merasa seolah dirinya telah selesai dalam perjalanan iman. Ia merasa sudah di zona aman dari ujian, dari penderitaan, dari segala bentuk kesulitan hidup. Apalagi jika setelah hijrah itu, ia justru diberi kemudahan rezeki, relasi membaik, peluang terbuka, dan kedamaian mulai terasa. Tak jarang, ia mulai berbisik dalam hatinya: “Inilah bukti bahwa aku telah dicintai Allah.”
Namun benarkah demikian?
Mari kita tengok kehidupan para nabi, manusia-manusia pilihan yang imannya tak diragukan sedikit pun. Bukankah mereka adalah makhluk paling dekat dengan Allah? Tapi justru hidup merekalah yang dipenuhi penderitaan, pengkhianatan, pengusiran, hingga siksaan dan pembunuhan.
Iman Itu Butuh Pembuktian
Allah menegaskan dalam surah Al-‘Ankabūt ayat 2 bahwa iman tidak cukup hanya diucapkan. Ia harus dibuktikan. Ujian adalah alat ukur sejauh mana hati kita teguh dalam keyakinan. Barang siapa yang mengaku beriman tapi belum diuji, berarti belum bisa membuktikan kesungguhan imannya.
Allah Ta’ala menegaskan dalam ayat selanjutnya:
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.”
(QS. Al-‘Ankabūt: 3)
Allah tidak butuh pengakuan, sebab Dia Maha Tahu isi hati. Namun agar keimanan menjadi nyata, manusia perlu melewati ujian. Iman yang tidak diuji adalah iman yang rapuh, yang mudah luruh ketika angin dunia berhembus kencang.
Lihatlah Para Nabi: Hidup Mereka Bukan Karpet Merah
- Nabi Nuh ‘alaihissalam
Selama 950 tahun berdakwah, hanya segelintir yang beriman padanya. Bahkan istri dan anaknya sendiri menolak ajaran kebenaran. Apakah Allah membiarkannya tanpa ujian karena dia seorang nabi? Tidak. Justru ia diuji dengan kesepian, ejekan, dan penolakan dari orang terdekat. - Nabi Ibrahim ‘alaihissalam
Ia dibakar hidup-hidup oleh kaumnya karena menentang penyembahan berhala. Diuji untuk menyembelih putranya sendiri. Diuji dalam pengasingan, pengorbanan, dan perjuangan yang terus-menerus. Semua karena keimanannya yang kokoh. - Nabi Musa ‘alaihissalam
Ia melawan Fir’aun, penguasa paling dzalim yang menganggap dirinya sebagai tuhan. Hidup Musa penuh pelarian, tekanan, dan ujian berat. Tapi ia tetap teguh. - Nabi Isa ‘alaihissalam
Dikejar untuk dibunuh, dituduh sebagai anak zina oleh kaumnya, dan bahkan hingga kini, pengikutnya menjadi sasaran fitnah dan pemalsuan ajarannya. - Nabi Muhammad ﷺ
Beliau adalah manusia yang paling dicintai Allah. Tapi justru beliaulah yang hidupnya paling berat: difitnah, dilempari kotoran, diusir dari tanah kelahirannya, disiksa secara fisik dan batin. Di Thaif, beliau dilempari batu hingga berdarah. Di Perang Uhud, giginya patah. Bahkan, para sahabatnya satu per satu gugur syahid di hadapan matanya. Semua ujian itu tidak mengurangi cintanya kepada Allah, justru semakin mengokohkan keimanannya.
Iman bukanlah jaminan terbebas dari ujian, justru semakin tinggi kedudukan seseorang di sisi Allah, semakin berat pula cobaan yang dihadapinya. Maka, tak ada teladan terbaik dalam hal ini selain Nabi Muhammad ﷺ sendiri. Diriwayatkan dari Mush’ab bin Sa’id, dari ayahnya, ia berkata:
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ أَيُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلَاءً؟ قَالَ: “الأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ…”
“Orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang seperti mereka (dalam keteguhan iman), kemudian orang-orang yang seperti mereka. Seseorang akan diuji sesuai dengan kadar agamanya.”
(HR. Tirmidzi no. 2398, dihasankan oleh al-Albani)
Maka jika engkau mulai berjalan di jalan iman, jangan harap hidupmu akan steril dari penderitaan. Jangan terkejut jika justru ujian datang silih berganti. Itulah bukti bahwa imanmu mulai dianggap.
Kenapa Setelah Hijrah Justru Diuji?
Hijrah adalah titik balik menuju Allah. Setan tentu tidak akan tinggal diam ketika seseorang mulai menapaki jalan kebenaran. Maka ia akan menggoda dengan segala cara: kesulitan ekonomi, fitnah, pengkhianatan, kehancuran relasi, bahkan rasa kesepian dan depresi. Semua itu adalah sarana untuk melemahkan tekadmu.
Namun bagi Allah, itu adalah medan seleksi. Apakah kau benar-benar cinta kepada-Nya? Ataukah hanya cinta pada kenyamanan yang kau kira datang dari-Nya?
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ ۖ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَىٰ نَصْرُ اللَّهِ ۗ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (ujian) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata: ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.”
(QS. Al-Baqarah: 214)
Pertolongan Allah itu selalu ada, namun Dia menginginkan engkau naik kelas dulu sebelum merasakannya.
Nikmat Dunia Bukan Ukuran Cinta Allah
Ketika setelah hijrah kau merasa dunia justru tersenyum padamu, hati-hati. Bisa jadi itu istidraj (kenikmatan yang justru menjerumuskan.)
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ ۖ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membuka semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.”
(QS. Al-An‘ām: 44)
Iman tidak diukur dari berapa banyak rezekimu, seberapa nyaman hidupmu, atau seberapa luas pengaruhmu. Tapi seberapa sabar engkau saat diuji, dan seberapa istiqamah engkau dalam ibadah dan taqwa ketika dunia membelai dan menawarkan kenikmatan.
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ
“Sesungguhnya besarnya pahala itu sebanding dengan besarnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka. Siapa yang ridha, maka baginya keridhaan (Allah). Dan siapa yang murka, maka baginya kemurkaan (Allah).”
(HR. Tirmidzi, no. 2396)
Belajarlah dari Kisah Sahabat
- Bilal bin Rabah disiksa dengan batu besar di tengah padang pasir, namun tetap mengucap: “Ahadun… Ahad.”
- Khabab bin Al-Arat disetrika punggungnya dengan besi panas hingga dagingnya mengelupas, namun tetap tegar dalam tauhid.
- Sumayyah binti Khayyat adalah syahidah pertama dalam Islam yang dibunuh hanya karena mengucap “La ilaha illallah”.
Mereka tidak diberi istana, tapi diberi keabadian dalam sejarah keimanan. Allah telah membeli nyawa mereka untuk surga. Sementara kita? Baru diuji dengan telat gajian, hujatan tetangga, atau patah hati, sudah ingin menyerah dalam iman.
Akhir Kalam: Bersabarlah, Iman Itu Mahal
Iman tidak diwariskan. Iman tidak instan. Iman harus dibayar dengan air mata, keikhlasan, luka, dan kesabaran. Jangan merasa telah hijrah, telah memakai busana syar’i, telah menghapus musik dari playlist, lalu berharap dunia akan menjadi taman bunga.
Justru saat itulah hidupmu mulai diuji. Apakah niatmu murni karena Allah? Ataukah hanya untuk pencitraan dan kenyamanan?
وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Anfāl: 46)
Maka jika hari ini engkau diuji, yakinlah: itu pertanda Allah mencintaimu. Jika engkau bersabar, maka engkau sedang menempuh jalan para nabi. Jalan yang terjal, namun berujung pada surga yang kekal.
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”
(QS. Az-Zumar: 10)
Semoga kita termasuk dalam barisan hamba yang tetap teguh di jalan iman, meski dihantam badai ujian.
Aamiin ya Rabbal ‘Alamin