Hadis Munkar: Pengertian, Kriteria, dan Contohnya dalam Kajian Ilmu Hadis

Dalam kajian ilmu hadis, istilah munkar berasal dari kata Arab أنكر – ينكر – إنكار – منكر,, yang secara bahasa bermakna sesuatu yang diingkari atau ditolak. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu riwayat hadis yang mengandung kelemahan serius, baik dalam sanad (rantai periwayatan) maupun matan (isi hadis). Dalam terminologi ilmu hadis, para ulama telah merumuskan beberapa definisi mengenai hadis munkar, yang pada hakikatnya merujuk kepada hadis yang tidak memenuhi standar kualifikasi periwayatan yang dapat diterima.

Definisi Hadis Munkar Menurut Para Ulama

Salah satu definisi yang paling masyhur dikemukakan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Nukhbah al-Fikar. Beliau menjelaskan bahwa hadis munkar adalah hadis yang dalam sanadnya terdapat periwayat yang dikenal sering melakukan kesalahan, banyak lalai, atau bahkan memiliki reputasi sebagai seorang yang fasik (tidak adil dalam periwayatan). Dengan kata lain, hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tidak memenuhi syarat keadilan (‘adalah) dan ketelitian (dhabt) dalam meriwayatkan hadis.

Definisi lain yang juga diakui oleh para ulama menyatakan bahwa hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang lemah (dha‘if) dan bertentangan dengan riwayat yang lebih kuat dari periwayat yang terpercaya (tsiqah). Definisi ini dipilih oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani, yang menekankan bahwa keberadaan periwayat yang lemah dalam sebuah sanad, ditambah dengan kontradiksi terhadap riwayat yang lebih sahih, menjadi faktor utama dalam dikategorikannya sebuah hadis sebagai munkar.

Meskipun kedua definisi tersebut tampak berbeda, keduanya berpangkal pada prinsip yang sama, yakni bahwa hadis munkar disebabkan oleh keberadaan periwayat yang tidak memenuhi standar kualifikasi dalam hal kredibilitas. Dalam definisi pertama, kelemahan seorang periwayat dapat disebabkan oleh kefasikannya, yang berkaitan dengan aspek keadilan (‘adalah) dalam periwayatan hadis. Sementara itu, definisi kedua menambahkan unsur kontradiksi dengan riwayat yang lebih kuat sebagai syarat tambahan. Dengan demikian, hadis munkar mencakup hadis yang lemah karena periwayatnya tidak hanya memiliki ingatan yang buruk (tidak dabit), tetapi juga tidak memenuhi standar keadilan dalam periwayatan.

Kriteria Hadis Munkar

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa kriteria hadis munkar meliputi:

  1. Kelemahan Periwayat: Hadis munkar diriwayatkan oleh seorang periwayat yang lemah (dha‘if), baik karena faktor kefasikan, kebohongan, atau ketidakcermatan dalam meriwayatkan hadis.
  2. Kontradiksi dengan Riwayat yang Lebih Kuat: Hadis munkar bertentangan dengan riwayat yang lebih sahih dan diriwayatkan oleh periwayat yang terpercaya (tsiqah).
  3. Ketidaksesuaian dengan Prinsip-prinsip Syariah: Hadis munkar seringkali mengandung makna yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar syariah atau ajaran Islam yang telah mapan.

Contoh Hadis Munkar

Salah satu contoh hadis yang dinilai munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ أَخْبَرَنَا الْحَسَنُ بْنُ ذَكْوَانَ عَنْ عَبْدِ الْوَاحِدِ بْنِ قَيْسٍ عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ أَنَّهُ قَالَ:
الْأَبْدَالُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ ثَلَاثُونَ، مِثْلُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلِ الرَّحْمَنِ عَزَّ وَجَلَّ، كُلَّمَا مَاتَ رَجُلٌ أَبْدَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَكَانَهُ رَجُلًا.
(Rasulullah ﷺ bersabda: “Akan ada para pengganti dalam umat ini sebanyak tiga puluh orang, sebagaimana Ibrahim adalah kekasih Allah. Setiap kali salah seorang dari mereka wafat, Allah akan menggantinya dengan orang lain.”)

Hadis ini diriwayatkan dengan sanad sebagai berikut:
Abdul Wahhab bin Atha’ → Al-Hasan bin Dzakwan → Abdul Wahid bin Qais → Ubadah bin Ash-Shamit → Nabi ﷺ.

Namun, Imam Ahmad sendiri memberikan komentar terhadap hadis ini dengan mengatakan:
“وَهُوَ مُنْكَرٌ” (Dan hadis ini munkar).

Alasan hadis ini dinyatakan sebagai munkar adalah karena di dalam sanadnya terdapat Abdul Wahhab bin Atha’, yang oleh para ulama ahli hadis dinilai sebagai perawi yang lemah. Ia dikenal sering meriwayatkan hadis-hadis gharib (asing) dan munkar (ditolak), sehingga riwayatnya tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Selain itu, dalam sanad hadis ini juga terdapat Al-Hasan bin Dzakwan, yang menurut sebagian ulama memiliki kelemahan dalam hal hafalan dan periwayatan. Oleh karena itu, hadis ini dikategorikan sebagai munkar, karena selain diriwayatkan oleh perawi yang tidak kredibel, ia juga bertentangan dengan riwayat-riwayat lain yang lebih sahih mengenai konsep Al-Abdal dalam Islam.

Signifikansi Kajian Hadis Munkar

Keberadaan hadis munkar dalam kajian ilmu hadis menunjukkan pentingnya validitas sanad dalam menentukan keotentikan suatu riwayat. Para ulama hadis telah menetapkan kriteria ketat untuk menilai kredibilitas periwayat, termasuk aspek keadilan (‘adalah) dan ketelitian (dhabt). Hadis-hadis yang termasuk dalam kategori munkar tidak dapat dijadikan sebagai landasan dalam menetapkan hukum atau membangun keyakinan dalam Islam, karena kelemahan yang terkandung di dalamnya.

Selain itu, kajian hadis munkar juga mengajarkan umat Islam untuk lebih kritis dalam menerima suatu riwayat. Tidak semua yang dinisbatkan kepada Nabi Muhammad ﷺ dapat diterima begitu saja tanpa melalui proses verifikasi yang ketat. Hal ini sejalan dengan prinsip tatsabbut (kehati-hatian) dalam Islam, yang menekankan pentingnya memastikan kebenaran suatu informasi sebelum menyebarkannya.

Akhir Kalam

Hadis munkar merupakan salah satu jenis hadis lemah (dha‘if) yang disebabkan oleh kelemahan periwayat dalam sanadnya, baik karena faktor kefasikan, ketidakcermatan, atau kontradiksi dengan riwayat yang lebih kuat. Contoh hadis munkar, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, menunjukkan betapa pentingnya validitas sanad dalam menentukan keotentikan suatu riwayat. Oleh karena itu, hadis-hadis dalam kategori ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah atau landasan dalam menetapkan hukum Islam. Kajian hadis munkar mengingatkan kita akan pentingnya kehati-hatian dan ketelitian dalam menerima serta menyebarkan suatu riwayat, demi menjaga kemurnian ajaran Islam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *