Secara bahasa, munqathi’ (المُنْقَطِع) berasal dari kata:
اِنْقَطَعَ – يَنْقَطِعُ – اِنْقِطَاعًا – مُنْقَطِعٌ
Yang berarti “terputus.” Maka, hadis munqathi’ secara bahasa berarti hadis yang sanadnya terputus.
Adapun secara istilah, terdapat perbedaan pendapat dalam mendefinisikan hadis munqathi’.
Definisi Pertama: Sebagian ulama mendefinisikannya sebagai:
“Hadis yang sanadnya tidak bersambung, baik di awal, di tengah, maupun di akhir sanad, baik karena periwayat yang terputus satu, dua, atau lebih, secara berurutan ataupun tidak.”
Definisi ini diungkapkan oleh Syaikh Ahmad al-Khatib al-Baghdadi dalam kitabnya Al-Kifayah fi Ilm al-Riwayah. Dalam definisi ini, seluruh bentuk keterputusan dalam sanad yang terjadi secara nyata termasuk dalam kategori hadis munqathi’. Dengan demikian, cakupannya sangat luas dan mencakup jenis-jenis hadis lain seperti mursal, mu’allaq, dan mu’dal.
Definisi Kedua: Sebagian ulama lainnya mendefinisikannya sebagai:
“Hadis yang sanadnya terputus setelah sahabat, atau periwayatnya mubham atau majhul, baik jumlah periwayat yang terputus satu atau lebih dengan syarat tidak berurutan dan tidak terdapat di awal sanad.”
Definisi ini diungkapkan oleh Imam Jalaluddin al-Suyuti dalam kitabnya Tadrib al-Rawi Syarh Taqrib an-Nawawi. Dalam pandangan ini, hadis munqathi’ memiliki cakupan lebih sempit, sehingga tidak semua bentuk keterputusan sanad masuk ke dalam kategori ini. Hal ini memberikan kejelasan untuk membedakannya dengan jenis hadis dha’if lainnya seperti mursal atau mu’dal.
Perbandingan Definisi
Definisi pertama bersifat lebih umum, sehingga mencakup berbagai jenis hadis dha’if yang penyebabnya adalah keterputusan sanad. Oleh karena itu, hadis mursal, mu’allaq, dan mu’dal dapat dimasukkan ke dalam kategori hadis munqathi’ menurut definisi ini. Sebaliknya, definisi kedua bersifat lebih spesifik, sehingga memudahkan pembahasan dan klasifikasi hadis munqathi’ sebagai salah satu bentuk hadis dha’if yang berdiri sendiri. Dengan demikian, definisi kedua dianggap lebih relevan untuk menjelaskan hadis munqathi’ secara khusus.
Contoh Hadis Munqathi’
Hadis munqathi’ memiliki keterputusan yang jelas pada salah satu atau lebih perawi dalam sanad, tanpa ada keharusan berurutan. Berikut adalah beberapa contoh hadis yang dikategorikan sebagai munqathi’:
Contoh Pertama: Hadis tentang Wudhu
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi:
Sanad Hadis:
حَدَّثَنَا أَبُو الْحَسَنِ الْكَرَابِيْسِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو حَاتِمٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا سَعِيْدُ بْنُ الْمُسَيِّبِ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ…
Matan Hadis:
“إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلَاةِ، فَلْيَتَوَضَّأْ بِمَا أَمَرَهُ اللَّهُ…”
(Jika salah seorang dari kalian hendak salat, maka berwudhulah sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah…)
Keterangan: Sanad ini dianggap munqathi’ karena Said bin al-Musayyib (seorang tabi’in) tidak mendengar langsung dari Nabi Muhammad. Dalam sanad ini terdapat keterputusan setelah sahabat, sehingga ini adalah contoh yang jelas dari hadis munqathi’.
Contoh Kedua: Hadis tentang Keutamaan Zakat
Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim:
Sanad Hadis:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ، عَنْ يَحْيَى بْنِ أَيُّوْبَ، قَالَ: عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيْهِ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ…
Matan Hadis:
“مَنْ أَدَّى زَكَاةَ مَالِهِ، فَقَدْ أَذْهَبَ اللهُ عَنْهُ شَرَّهُ.”
(Barang siapa menunaikan zakat hartanya, maka Allah telah menghilangkan keburukan dari dirinya.)
Keterangan: Hadis ini dinilai munqathi’ karena Zaid bin Aslam (seorang tabi’in) tidak mendengar langsung dari Nabi Muhammad. Dalam sanad ini juga tidak disebutkan perantara antara beliau dan sahabat, sehingga termasuk kategori hadis munqathi’.
Akhir Kalam
Hadis munqathi’ adalah salah satu bentuk hadis dha’if yang penting untuk dipahami dalam studi ilmu hadis, khususnya dalam kaitannya dengan keterputusan sanad. Pemahaman yang jelas terhadap definisi, cakupan, dan contoh-contohnya membantu para peneliti hadis untuk mengidentifikasi bentuk kelemahan yang terdapat dalam sanad, serta membedakannya dengan jenis hadis dha’if lainnya. Dengan pendekatan definisi yang lebih spesifik, seperti yang diungkapkan oleh Jalaluddin al-Suyuti, klasifikasi hadis munqathi’ menjadi lebih relevan dan terarah.