ulumulhadis.id – Dalam kajian ilmu hadis, istilah mursal berasal dari akar kata bahasa Arab أرسل – يرسل – إرسالا – مرسلا, yang memiliki arti mengirimkan, membiarkan, atau melepaskan. Makna ini juga ditemukan dalam Al-Qur’an, misalnya pada ayat berikut:
أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ تَؤُزُّهُمْ أَزًّا
(Tidakkah kamu lihat bahwa Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?) – QS. Maryam: 83.
Dari segi terminologi, ulama berbeda pandangan mengenai definisi hadis mursal. Dalam pandangan para ahli hadis, hadis mursal diartikan sebagai riwayat yang disampaikan oleh seorang tabi’in—baik dari kalangan tabi’in besar maupun tabi’in kecil—dengan langsung menisbatkan perkataan atau perbuatan tersebut kepada Rasulullah ﷺ tanpa menyebut perawi sebelumnya. Sebagai contoh, definisi ini disebutkan oleh Abu Abdillah al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifat Ulum al-Hadis:
“Hadis yang diriwayatkan oleh seorang ahli hadis dengan sanad yang bersambung hingga kepada seorang tabi’in, kemudian tabi’in tersebut mengatakan, ‘Rasulullah ﷺ bersabda…’”
Definisi ini menunjukkan bahwa ada keterputusan sanad di antara tabi’in tersebut dan Nabi ﷺ. Sebab, seorang tabi’in mustahil mendengar langsung sabda Nabi atau menyaksikan perbuatannya. Dalam hal ini, tabi’in tersebut bisa saja meriwayatkan hadis dari seorang sahabat, atau bahkan dari tabi’in lainnya.
Berbeda dengan definisi ahli hadis, para ahli fikih dan ushul al-fiqh mendefinisikan hadis mursal sebagai riwayat seorang yang bukan sahabat, yang langsung menyebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda tanpa menyebutkan perantara antara dirinya dan Nabi. Definisi ini lebih umum dan digunakan oleh ulama seperti al-Khatib al-Baghdadi dalam kitab al-Kifayah fi Ilm al-Riwayah dan Ibn al-Atsir dalam kitab Jami’ al-Ushul fi Ahadis al-Rasul.
Jika dibandingkan, definisi ahli hadis lebih spesifik dan memberikan kejelasan mengenai jenis keterputusan sanad. Hal ini membantu membedakan hadis mursal dari kategori hadis dha’if lainnya. Sementara itu, definisi ahli fikih lebih luas cakupannya dan memungkinkan masuknya hadis mu’allaq.
Secara terminologi, istilah mursal relevan dengan kondisi sanad yang dilepaskan, di mana seorang perawi tidak menyebutkan perawi sebelumnya dan langsung menisbatkan hadis kepada Rasulullah ﷺ. Dalam pembahasan ini, ahli hadis juga memperkenalkan konsep mursal al-sahabi.
Mursal al-Sahabi
Mursal al-sahabi adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang sahabat tentang perkataan atau perbuatan Rasulullah ﷺ yang tidak ia saksikan atau dengar secara langsung. Kondisi ini bisa terjadi karena sahabat tersebut belum lahir, masih kecil, belum memeluk Islam, atau tidak hadir dalam peristiwa tersebut.
Berbeda dengan mursal tabi’in yang dianggap dha’if oleh mayoritas ulama, mursal al-sahabi diterima karena para sahabat umumnya hanya meriwayatkan hadis dari sumber yang dapat dipercaya.
Contoh Hadis Mursal
Contoh hadis mursal dapat ditemukan dalam Sunan Abi Dawud sebagai berikut:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِسْحَاقَ الْجَوْهَرِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ سَالِمٍ أَبِي النَّضْرِ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ تُقَامُ الصَّلَاةُ فِي الْمَسْجِدِ إِذَا رَآهُمْ قَلِيلًا جَلَسَ لَمْ يُصَلِّ، وَإِذَا رَآهُمْ جَمَاعَةً صَلَّى.
Dalam hadis ini, perawi terakhir adalah Salim Abu al-Nadhr, seorang tabi’in. Ia meriwayatkan hadis tersebut langsung dari Nabi ﷺ. Karena ia tidak hidup sezaman dengan Nabi, maka hadis ini tergolong mursal.
Contoh lain adalah hadis dalam Sunan ad-Darimi:
أَخْبَرَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ حَدَّثَنَا بَقِيَّةُ بْنُ الْوَلِيدِ الْمِيثَمِيُّ حَدَّثَنَا بَحِيرُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ خَالِدِ بْنِ مَعْدَانَ عَنْ جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ الْحَضْرَمِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ إِلَيْكُمْ لَيْسَ بِوَهِنٍ وَلَا كَسِلٍ لِيَخْتِنَ قُلُوبًا غُلْفًا وَيَفْتَحَ أَعْيُنًا عُمْيًا وَيُسْمِعَ آذَانًا صُمًّا وَيُقِيمَ أَلْسِنَةً عُوجًا حَتَّى يُقَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ.
Hadis ini juga termasuk mursal karena sanadnya terputus antara tabi’in, yaitu Jubair bin Nufair, dengan Rasulullah ﷺ.
Adapun contoh mursal al-sahabi dapat ditemukan dalam Sahih al-Bukhari melalui riwayat Ibnu Abbas:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ.
Hadis ini termasuk shahih dari segi sanad, namun dari sudut pandang ilmu hadis, sebagian ulama menggolongkannya sebagai mursal al-sahabi. Sebab, Ibnu Abbas masih kecil saat peristiwa ini terjadi. Meski demikian, mursal al-sahabi tetap diterima oleh jumhur ulama.
Akhir Kalam
Sebagai kesimpulan, pembahasan tentang hadis mursal menunjukkan kompleksitas dalam memahami dan mengklasifikasikan jenis-jenis hadis berdasarkan kesinambungan sanadnya. Meski hadis mursal tabi’in umumnya dianggap dha’if karena adanya kemungkinan keterputusan dalam periwayatan, mursal al-sahabi tetap diterima karena kepercayaan yang tinggi terhadap integritas para sahabat. Pemahaman ini penting bagi para penuntut ilmu hadis untuk dapat menilai validitas suatu riwayat, sekaligus menggambarkan betapa berhati-hatinya ulama dalam menjaga kemurnian ajaran Rasulullah ﷺ.